Ad 468 X 60

.

Tuesday, January 7, 2014

Widgets

JAWABAN BAGI PENGINGKAR MAULID NABI SAW. YANG BERALASAN MENGKHUSUSKAN WAKTU PADA RABI'UL AWWAL ADALAH BID'AH

Ada yang menyatakan bahwa menjadikan Maulid dikatakan bid’ah adalah adanya pengkhususan (takhshish) dalam pelaksanaan di dalam waktu tertentu, yaitu bulan Rabi’ul Awwal yang hal itu tidak dikhususkan oleh syariat.

Pernyataan ini sebenarnaya perlu ditinjau kembali, karena takhshish yang dilarang di dalam Islam ialah takhshish dengan cara meyakini atau menetapkan hukum suatu amal bahwa amal tersebut tidak boleh diamalkan kecuali hari-hari khusus dan pengkhususan tersebut tidak ada landasan dari syari sendiri. (Intabih Dinuka fi Khathir halaman 27 oleh Dr. al-Habib Alawy bin Shihab).

Hal ini berbeda dengan penempatan waktu perayaan Maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awwal. Karena orang yang melaksanakan Maulid Nabi sama sekali tidak meyakini, apalagi menetapkan hukum bahwa Maulid Nabi tidak boleh dilakukan kecuali bulan Robi’ul Awwal. Maulid Nabi bisa diadakan kapan saja, dengan bentuk acara yang berbeda selama ada nilai ketaatan dan tidak bercampur dengan maksiat.
Pengkhususan waktu Maulid di sini bukan kategori takhshish yang dilarang syariat tersebut, akan tetapi masuk kategori tartib (penertiban). Pengkhususan waktu tertentu dalam beramal shalih adalah diperbolehkan. Nabi Muhammad Saw. sendiri mengkhusukan hari tertentu untuk beribadah dan berziarah ke Masjid Quba, sebagaimana diriwatkan Ibnu Umar Ra. Bahwa: “Nabi Saw. mendatangi Masjid Quba setiap hari Sabtu dengan jalan kaki atau dengan kendaraan dan shalat dua rakaat di sana.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Imam Ibnu Hajar mengomentari hadits ini dengan mengatakan: “Hadits ini disertai banyaknya riwayat menunjukkan diperbolehkan mengkhususkan sebagian hari-hari tertentu dengan amal-amal shalih dan dilakukan terus menerus.” (Fath al-Bari juz 3 halaman 84).

Imam an-Nawawi juga berkata senada di dalam kitab Syarh Shahih Muslimnya. Para sahabat Anshar juga mengkhususkan waktu tertentu untuk berkumpul bersama untuk mengingat nikmat Allah (yaitu datangnya Nabi Saw.) pada hari Jum’at, atau mereka menyebutnya dengan Yaumul ‘Urubah dan direstui Nabi Saw.

Jadi dapat difahami bahwa pengkhususan dalam jadwal Maulid, Isra Mi’raj dan yang lainya hanyalah untuk penertiban acara-acara dengan memanfaatkan momen yang sesuai tanpa ada keyakinan apapun. Hal ini seperti halnya penertiban atau pengkhususan waktu sekolah, pengkhususan kelas dan tingkatan sekolah yang kesemuanya tidak pernah dikhususkan oleh syariat, tapi hal ini diperbolehkan untuk ketertiban. Dan umumnya tabiat manusia apabila kegiatan tidak terjadual maka kegiatan tersebut akan mudah diremehkan dan akhirnya dilupakan atau ditinggalkan.

Acara maulid di luar bulan Rabi’ul Awwal sebenarnya telah ada dari dahulu, seperti acara pembacaan kitab ad-Daiba’i atau al-Barzanji atau kitab-kitab yang berisi sirah nabawiyyah lainnya yang diadakan satu minggu sekali di desa-desa dan pesantren. Hal itu sebenarnya adalah kategori Maulid, walaupun di Indonesia masyarakat tidak menyebutnya dengan Maulid.

Dan jika kita berkeliling di negara-negara Islam maka kita akan menemukan bentuk acara dan waktu yang berbeda-beda dalam acara Maulid Nabi. Karena ekspresi syukur tidak hanya dalam satu waktu tapi harus terus menerus dan dapat berganti-ganti cara, selama ada nilai ketaatan dan tidak dengan jalan maksiat. Pada umumnya Maulid Nabi diadakan setiap malam Jum’at yang berisi bacaan-bacaan shalawat Nabi dan ceramah agama dari para ulama untuk selalu meneladani Nabi.

Penjadualan Maulid di bulan Rabi’ul Awwal hanyalah murni budaya manusia, tidak ada kaitanya dengan syariat. Dan barangsiapa yang meyakini bahwa acara Maulid tidak boleh diadakan oleh syariat selain bulan Rabi’ul Awwal maka kami sepakat ini adalah bid’ah dhalalah.

Sumber : Status FB  Sya'roni As Samfuriy

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati

0 komentar: