Wednesday, September 17, 2014
SYARAT-SYARAT JILBAB
Dalam mengenakan jilbab tidak boleh asal-asalan, ada ketentuan yang diberlakukan yaitu sesuai dengan yang disyari’atkan, dalam Islam telah ditentukan cara atau syarat-syarat dalam mengenakan jilbab, diantaranya:A. Harus menutupi seluruh badan, selain bagian tubuh yang dikecualikan
Syarat ini didasarkan pada firman Allah dalam surat an-Nur ayat 31 yang berbunyi;
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung".Kaum wanita dalam ayat yang mulia ini diperintahkan agar mengendalikan pandangannya, menjaga kemaluannya dan agar tidak menampakkan perhiasannya kecuali yang nampak darinya, mengenakan khimar (kerudung), yakni meletakkan tutup yang menutupi kepala, leher dan dadanya agar lebih menolak fitnah, sehingga dengan demikian ia tidak menampakkan perhiasannya kepada mata-mata rakus dan lapar, tidak juga kepada pandangan tiba-tiba dan kemudian berlanjut lama.
Quraish Syihab mengatakan bahwa kata khumur adalah bentuk jama’ dari kata khimar yang artinya tutup kepala yang panjang, dan kata juyub bentuk jama’ dari jayb yang artinya lubang dileher baju. Ahmad Mustafa al-Maragi, mengartikannya “dan hendaklah mereka mengulurkan kerudungnya ke dada bagian atas dibawah leher, agar dengan demikian mereka dapat menutupi rambut, leher dan dadanya sehingga tidak sedikitpun daripadanya yang terlihat.”[1] Dia berkata bahwa ketika Allah menurunkan ayat ini, para kaum wanita muhajirat segera mengambil pakaian bulu mereka lalu berkerudung dengannya.
Kaum wanita boleh menampakkan perhiasannya, akan tetapi dibatasi dalam memperagakan perhiasan itu, diantaranya;
1) Seorang wanita diperkenankan memeragakan perhiasannya didepan suaminya, ayah angkat, anak-anak pungut, saudara laki-laki dan kemenakan laki-laki.
2) Ia juga diperkenankan memeragakan perhiasannya didepan budaknya (tetapi bukan budak orang lain).
3) Wanita diperbolehkan mengenakan perhiasan didepan beberapa kaum pria yang berada dibawah pengaruh dan perintahnya, atau orang-orang yang tidak memiliki hasrat terhadapnya.
4) Wanita juga diperkenankan memakai perhiasan didepan anak-anak yang belum mempunyai nafsu birahi.
5) Wanita juga diijinkan tampil dengan perhiasan didepan wanita lain yang memiliki ikatan sosial sangat dekat.
Kemudian didasarkan surat al-Ahzab ayat 59,
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Juga hadits Nabi yang berbunyi;
حدثنا يعقوب بن كعب الأنطاكي و مؤمل بن الفضل الحراني قال حدثنا الوليد عن سعيد بن بشير عن قتادة عن خالد قال يعقوب بن دريك عن عائشة ان أسماء بنت أبي بكر دخلت على رسول الله صلى الله عليه و سلم و عليها ثياب رقاق فأعرض عنها رسول الله صلى الله عليه و سلم و قال يا أسماء ان المرأة اذا بلغت المحيض لم يصلح (لا تصلح) لها ان يرى منها إلاّ هذا و هذا فأشار الى وجهه و كفيه (رواه ابو داود)
Ya’kub bin Ka’bin al-Anthaqiyyu dan Mu’al bin Fadli al-Haraniy menceritakan kepadaku, Walid menceritakan kepadaku berkata, dari Sa’id bin Basyir dari Qatadata, dari Khalid berkata Ya’qub bin Duraikin: dari Aisyah: sesungguhnya Asmak binti Abu Bakar datang kepada Rasulullah Saw mengenakan pakaian tipis, maka ditegur oleh Rasulullah dan bersabda: “Hai Asma’, sesungguhnya perempuan kalau sudah sampai masa berhaid (baligh), tidaklah pantas terlihat darinya kecuali ini dan ini, kemudian Beliau menunjuk muka dan kedua telapak tangannya. (HR. Abu Daud)[2]
Dari beberapa dalil di atas sudah sangat jelas sekali bahwa seorang wanita muslimah harus mengenakan jilbab yang menutupi seluruh badan dan perhiasan mereka, kecuali yang biasa tampak yaitu wajah dan kedua telapak tangan, selain itu tidak diperbolehkan untuk menampakkan didepan umum.
B. Jilbab bukan berfungsi sebagai perhiasan
Pendapat ini didasarkan pada firman Allah dalam surat an-Nur ayat 31,
Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasannya.
Secara umum, kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu yang menyebabkan kaum laki-laki melirikkan pandangan kepadanya. Baik kerudung, jilbab, maupun penutup kepala lainnya tidak boleh dipakai hanya untuk berhias saja. Tujuan dari diperintahkannya memakai jilbab atau kerudung adalah untuk menutupi perhiasannya dan keindahan tubuhnya untuk berhias diri.
C. Kain harus tebal (tidak tipis atau transparan), harus yang longgar dan tidak berupa pakaian yang ketat atau sempit. Sebab, kalau ketat dan sempit bisa memperlihatkan bentuk tubuh, sedang hal itu sangat tidak diperbolehkan.
Istilah “menutup” itu tidak akan terwujud, kecuali dengan kain yang tebal. Jika kainnya tipis, sama halnya dengan telanjang dan itu diharamkan. Sebab telanjang merupakan unsur pembangkit naluri seksual secara langsung karena adanya gambar nyata dirinya atau imajinatif. Ia mengingatkan manusia dengan seks dan segala organ-nya, yang menjadikan terangsang ke arah yang diharamkan, meskipun hal itu sudah biasa. Dan publisitas telanjang tidak meniadakan efek negatifnya.
Pernyataan yang berlawanan dengan ini adalah klaim yang salah, karena fenomena masyarakat barat sebagaimana dibuktikan oleh badan sensus yang terdapat disana menunjukkan bahwa setiap orang yang berpenampilan lebih telanjang meskipun bukan telanjang bulat maka itu akan menambah dorongan naluri seksual kepadanya. Maka jika pakaian yang dikenakan itu tipis atau transparan dan yang ketat maka hanya akan memancing fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan.
حدثنا زهير بن مرب حدثنا جرير عن مهيل عن ابي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم صنفان من أهيل النار لم أرهم قوم معهم سياط كأدناب البقر يضربون بها الناس و نساء كاسيات عاريات مميلات مائلاة رؤوسهن كأسنمة البخت المالة لا يدخلن الجنة و لا يجدن ريحها إن ريحها لتوجد من مسيرة كذا و كذا (رواه مسلم)
Zahir bin Murab menceritakan kepadaku: Jarir menceritakan kepadaku dari Muhil, dari Abu Hurairah, berkata, Rasulullah Saw bersabda: dua golongan dari ahli neraka, belum kunjung saya lihat, yaitu segolongan manusia memegang cemeti seakan-akan ekor sapi (sebagai alat mereka memukuli orang banyak), dan golongan yang lain yaitu kaum wanita yang berpakaian setengah telanjang yang mengajak/menjadi contoh buruk bagi wanita lainnya, berjalan lenggak-lenggok, rambutnya disasak sebagai bonggol onta yang miring, para wanita ini tidaklah akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium baunyapun. Walaupun baunya itu semerbak sejauh perjalanan dari tempat ini dan itu. (HR. Muslim)[3]
Berbusana tapi telanjang, dapat dipahami sebagai memakai pakaian tembus pandang, atau memakai pakaian yang demikian ketat, sehingga nampak dengan jelas lekuk-lekuk badannya.
Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pakaian yang tipis atau yang mensifatinya dan menggambarkan lekuk-lekuk tubuh itu dilarang. Yang tipis (transparan) itu lebih parah daripada yang menggambarkan lekuk-lekuk tubuh (tapi tebal).
Hadits di atas menunjukkan keharaman mengenakan busana yang memperlihatkan postur dan lekuk tubuh. Dengan mengenakan pakaian yang tipis, maka akan terlihat postur tubuh wanita yang mengenakannya terkadang terlihat juga warna tubuh wanita yang mengenakannya, dan pakaian yang ketat akan menampakkan lekuk-lekuk tubuh yang akan menimbulkan fitnah.
D. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.
عن ابي هريرة قال لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم الرجل يلبس لبسة المرأة و المرأة تلبس لبسة الرجل (رواه ابو داود و ابن ماجه و الحاكم و أحمد)
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria. (HR. Abu Daud, Ibnu Maajah, al-Hakim, Ahmad)[4]
Perlu dicatat bahwa peranan adat kebiasaan dan niat disini, sangat menentukan. Ini, karena boleh jadi ada model pakaian yang dalam satu masyarakat dinilai sebagai pakaian pria sedang dalam masyarakat lain ia menyerupai pakaian wanita. Seperti halnya model pakaian jallabiyah di Mesir dan Saudi Arabia yang diguna-kan oleh pria dan wanita, sedang model pakaian itu mirip dengan long dress yang dipakai wanita di bagian dunia yang lain. Bisa jadi juga satu model pakaian tadinya dinilai sebagai menyerupai pakaian lelaki, lalu, karena perkembangan massa, ia menjadi pakaian perempuan. Nah, ketika itu yang memakainya tidak disentuh oleh ancaman ini, lebih-lebih jika tujuan pemakaiannya bukan untuk meniru lawan jenisnya.
E. Tidak diberi wewangian atau parfum.
Dalam arti hijab disini bukan pakaian yang dibubuhi minyak yang dapat membangkitkan gairah nafsu laki-laki.
عن ابي موسى الأشعري قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم أيّما امرأة استعطرت فمرت على قوم ليجدوا من ريحها فهي زانية (رواه النسائي و ابو داود و الترمذي)
Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum lelaki niscaya mereka mendapat baunya, maka ia adalah pezina. (HR. an-Nasai, Abu Daud, al-Tirmidzi)[5]
Walaupun ada larangan bagi muslimah untuk memakai wewangian bukan berarti muslimah harus tampil dengan bau yang tidak sedap. Muslimah harus tetap menjaga kebersihan tubuh, pakaian, dan jilbabnya agar tidak menimbulkan bau badan yang dapat mengganggu dan menimbulkan fitnah baru yaitu adanya penilaian orang bahwa orang yang memakai jilbab mempunyai bau yang tidak sedap. Perawatan tubuh tetap diperbolehkan bagi muslimah asal tidak jatuh pada perbuatan tabarruj atau berhias.
F. Jilbab tidak untuk mencari popularitas (libas syuhrah)
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم من لبس ثوب شهرة في الدنيا ألبسه الله ثوب مذلة يوم القيامة (رواه ابو داود و ابن ماجه)
Dari Ibnu Umar, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda, Barangsiapa mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat. (HR. Abu Daud dan Ibnu Maajah)[6]
Segala bentuk pakaian gerak-gerik, ucapan serta aroma yang bertujuan atau dapat mengundang fitnah (rangsangan birahi) serta perhatian berlebihan adalah terlarang. Yang dimaksud disini adalah bila tujuan memakainya mengundang, perhatian dan bertujuan memperoleh popularitas. Adapun jika yang bersangkutan memakainya bukan dengan tujuan itu, lalu kemudian melahirkan popularitas akibat pakaiannya, semoga niatnya untuk tidak melanggar dapat mentoleransi popularitas yang lahir itu.
Asy-Syaukani, dalam Nailul Authar, memberikan definisi tentang libas syuhrah yaitu setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah yang dipakai seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya.
Pemakai jilbab dengan cara dan model jilbab yang dipakai dapat dicakup oleh ancaman di atas, jika niat dan tujuan memilih mode atau cara memakainya meng-undang perhatian dan popularitas. Di sisi lain, perlu dicatat bahwa peringatan tersebut bukan berarti seseorang dilarang memakai pakaian yang bersih dan indah. Selama tidak disertai dengan rasa angkuh, berlebihan, atau melanggar norma agama maka diperbolehkan untuk memakainya.
Dari pemaparan di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa didalam perintah Allah mengenakan jilbab bagi kaum muslimah itu terdapat banyak sekali kebaikan didalamnya dan juga terdapat pendidikan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup dan kebaikan untuk manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Wallahu a’lam bis shawab.
[1] Ahmad Mustafa al-Maragi,Tafsir al-Maragi, jus. XXII, hlm. 180
[2] Abu Daud Sulaiman bin al Asy’ats as-Sajstani, Sunan Abu Daud, Beirut; Darul Fikri, 1994, hlm.29
[3] Imam Abu Husain Muslim bin Hujaj al Qushairi, Shahih Muslim, Jilid 1, (Bairut; Dar al Kutub al Ilmiah, 2008), hlm.281
[4] Imam Abu Daud Sulaiman, Sunnah Abu Daud, Beirut: Darul Fikr, t.th., hlm. 28
[5] Imam an-Nasa’i, Sunan an-Nasa’i, Jilid 8, Beirut-Libanon: Darul Kutub al-Ilmiah, t.th, hlm. 35
[6] Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad Bin Yazid al-Qazeini, Sunan Ibnu Majah, Beirut: Darul Fikr, 207-275 H, Juz II, hlm. 1192-1193
Oleh : Hakam Ahmed ElChudrie
Related Posts:
Hijab jilbab Perempuan perhiasan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: