Ad 468 X 60

.

Friday, April 22, 2016

Widgets

HEMMM...DALIL DZIKIR DAN TAHLILAN

Dialog Salik dan Matin jelang shalat Jumat kian memanas. Salik mengadukan kegelisahannya pada Matin.

Salik (S): Orang Wahabi-Salafi bilang Tahlilan 7 hari, hari ke 40 dan 100, adalah bid'ah.
Matin (M): Biarkan saja meski dia anggap bid'ah.
S : Saya masuk neraka, kata Wahabi.
M: Kalau yang dapat proyek pembangunan neraka itu orang Wahabi, ente boleh khawatir.
S : Hmmmm
M : Emang Wahabi yang merekrut dan masukan orang masuk neraka? Emang dia yang dapat tender nyalakan api neraka? hehehe
S : hmmmm
M : Apa alasan dia bilang bid'ah?
S : Kita dianggap tasyabbuh. Seperti orang kafir Hindu. Tasyabbuh berarti kita.
M : Para ulama dan wali-wali Ahlussunnah wal Jamaah itu akhlaknya mulia, cerdas dan sangat bijaksana dalam berpendapat, apalagi dalam bertindak untuk maslahat ummat. Mereka yang mengenalkan pelaksanaan dzikir dan tahlil di hari ke-7, ke-40, ke-100 dan seterusnya. Mereka punya dasar. Tidak sembarangan melakukan ibadah.
S : Jadi, acara Tahlilan di hari-hari itu nggak apa-apa? Bukankah itu tasyabbuh?
M : Tiap Muslim, sebenarnya wajib berdzikir dan bertahlil. Sedangkan, jika dilakukan di hari-hari tersebut menjadi sunnah hukumnya.
S : Hmmm. Kenapa sunnah? Kenapa tasyabbuh malah jadi sunnah? Kenapa bid'ah jadi sunnah?
M : Justru acara Tahlilan di hari-hari itu bukan tasyabbuh.
S : Dalil ente apa? Bukakah di hari itu mereka buat kesyirikan? Kita malah sama dengan mereka.
M : Tasyabbuh itu kan artinya menyerupai. Kita tidak menyerupai orang Hindu. Kita tidak melakukan maksiat. Kita mendoakan orang meninggal, mendoakan keluarga agar sabar, saling nasehat-menasehati, saling berbagi, mengingatkan semua yang hadir agar ingat kematian dan ingat akan kembali kepada Allah. Kita berdzikir dan bertahlil secara berjamaah sebagai ibadah. Apakah orang Hindu melakukan seperti yang kita lakukan? Apakah kita melakukan yang mereka lakukan? Tidak bukan.
S : Dalilnya apa? Mengapa harus di hari-hari yang mereka gunakan?
M : Hahaha. Justru kita buat sebaliknya. Justru karena pada hari-hari itu mereka melakukan syirik dan maksiat, mari kita lawan mereka dengan tahlil dan dzikir.
S : Mengapa harus di hari itu?! Jawab dulu apa dalilnya?
M : Dalil terus. Terlalu hitam putih. Padahal dari tadi saya bicara berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Meski saya tidak sebutkan eksplisit.
S : Mereka butuh dalil?
M : Baiklah.

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم:ذَاكِرُ اللهِ فِي الْغَافِلِيْنَ بِمَنْزِلَةِ الصَّابِرِ فِي الْفَارِّيْنَ. (رواه الطبراني في الكبير والأوسط، وصححه الحافظ السيوطي في الجامع الصغير).

“Ibnu Mas’ud r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang berdzikir kepada Allah di antara kaum yang lalai kepada Allah, sederajat dengan orang yang sabar di antara kaum yang melarikan diri dari medan peperangan.”

S : Itu hadis riwayat siapa?
M : HR. Al-Thabarani
S : Maaf nih ya, itu shahih nggak hadisnya? Ini dari kitab apa?
M : Ini ada di al-Mu’jam al-Kabir [9797] dan al-Mu’jam al-Ausath [271]. Al-Hafizh al-Suyuthi menilai hadits tersebut shahih dalam al-Jami’ al-Shaghir [4310]).
Puas kamu?!
S : Masih belum paham.
M : Pada waktu tahlilan selama tujuh hari kematian keluarga, kita berdzikir kepada Allah. Tapi, jika orang kafir melakukan ritual 7 hari kematian, mereka melakukan maksiat dan kemungkaran.
S : Iya juga sih.
M : Bukankah ini tradisi sunnah yang indah bukan?! Formula dzikir dan tahlil disusun ulama dalam rangkain yang sesuai dengan sunnah dan dikerjakan pada moment yang tepat pula. Kita seolah-olah sedang diajak belajar tentang ridho, ikhlash, syukur, tobat, dan tauhid dalam satu waktu.
S : Masih tampak tasyabbuh. Karena pilihan harinya sama.
M : Jika perbuatan yang dilakukan kaum Muslimin pada hari-hari itu persis sama dengan apa yang dilakukan oleh orang Hindu, maka bid'ah, karena tasyabbuh. Tapi, kita Tahlilan dan Dzikir. Apa orang Hindu Tahlilan? Apa mereka baca shalawat? Apa mereka baca yasin? 
S : Tapi penentuan waktunya sama, berarti sama.
M : Anda harus belajar kesimpulan hukum. Jika tidak, Anda berpotensi mengkafirkan Rasul sendiri.
S : Mengapa bisa begitu? Maaf, saya hanya mengikuti logika kaum Wahabi.
M : Kesamaan waktu itu tidak menjadi masalah, selama perbuatannya beda. Kecuali kita yang menciptakan waktu sendiri. Bahkan, menciptakan waktu.sendiri juga bisa dianggap bid'ah, kalau logikamu seperti itu.
S : Ada nggak dalil yang bisa menguatkan?!
M : Hmmmm. Coba telaah baik-baik hadis ini:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ يَوْمَ السَّبْتِ وَيَوْمَ اْلأَحَدِ أَكْثَرَ مِمَّا يَصُومُ مِنْ اْلأَيَّامِ وَيَقُولُ إِنَّهُمَا عِيدَا الْمُشْرِكِينَ فَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أُخَالِفَهُمْ. (رواه أحمد والنسائي وصححه ابن خزيمة وابن حبان).

Ummu Salamah r.a. menuturkan: “Rasulullah SAW selalu berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad, melebihi puasa pada hari-hari yang lain. Beliau bersabda: “Dua hari itu adalah hari raya orang-orang Musyrik, aku senang menyelisihi mereka.” (HR. Ahmad [26750], al-Nasa’i juz 2 hlm 146, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).

Pada hari Sabtu dan Ahad, kaum Musyrik menjadikannya hari raya, maka Rasulullah menyelisihi mereka dengan berpuasa di hari itu. Nama harinya sama, waktunya sama, tapi tujuan dan niatnya berbeda. 
S : Hmmm. Jadi, Rasul puasa hari Sabtu dan Ahad?
M : Itu hadisnya.
S : Kitabnya bener?!
M : Kalau Anda baru belajar hadis dari kitab Bulughul Maram, jangan "pecicilan" dan jangan "petang-tang peteng-teng". Itu pelajaran fiqih berdasarkan hadis yang paling dasar. Apalagi Anda bacanya hanya terjemah.
S : Hahaha. Koq tahu?!
M : Dari caramu bertanya sudah terbaca, Bung!
S : Bulughul Maram terjemah kan praktis, sudah ada penjelasan hukumnya, kita tinggal ambil hadis yang paling shahih. Apa berbahaya kalau hanya belajar langsung pada hadisnya?
M : Kitab Bulughul Maram bagus. Anda harus baca. Tapi, pola berpikirmu yang salah. Pelajari juga kitab yang lain. Ingat, pengambilan kesimpulan dan ketetapan hukum dalam fiqih itu bukan hanya berdasarkan atas shahih dan dhaifnya hadis. Para ulama mazhab dan faqih menggunakan banyak dalil, bukti sejarah, riset, pengamatan, uji coba, bantuan teknologi dan sebagainya untuk melakukan ketetapan hukum. Karena itu, mazhab dalam fiqih sangat penting.
S :'Ohhh... Ini sebab orang Wahabi dan Salafi nggak mau bermazhab fiqih, karena mereka hanya mau langsung merujuk.pada ayat dan hadis yang shahih saja.
M : Itu salah satunya saja. Ayat dan hadis yang shahih, bisa jadi salah digunakannya, karena kesimpulan yang salah. Makanya, jika ilmumu masih cetek, jangan sombong. Para ulama mazhab fiqih dalam Ahlussunnah wal Jamaah, telah mewarisi pusaka dan warisan ilmu yang luar biasa. Jika pada saat ibu meninggal kau masih main kartu, 7 hari meninggal kau malah ngobrol ngalor-ngidul, hari ke 40 kau sudah jual semua tanah dan warisan, lalu kapan waktumu berdoa untuk ibumu? Jujur saja, kau yang tak pernah dzikir dan tahlil, pasti sudah lupa mendoakan ibu. Sebab pikiranmu takut bid'ah tapi dengan dalil alasan yang salah.

Moga bermanfaat!
Halim Ambiya
Pendiri dan Admin Tasawuf Underground

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati

0 komentar: