Thursday, July 18, 2013
Hukum Mendirikan Masjid di Atas Makam : Siapa Berdusta Atas Nama Salaf (Bagian 1)
Siapa yang sebenarnya tak memahami ucapan para imam itu, para pengikut setia imam-imam kaum muslimin itu ataukah kaum yang gemar menyalah-nyalahkan, membid’ah-bid’ahkan, dan menyesat-nyesatkan kaum muslimin lainnya? Siapa pula yang sebenarnya berdusta atas nama salaf? Perbincangan tentang hukum mendirikan masjid di atas makam, atau shalat di masjid yang terdapat makam di dalamnya, apakah diperbolehkan, seperti yang berlaku dalam amalan salaf maupun khalaf, baik dari belahan bumi timur maupun barat, ataukah terlarang, seperti yang termasyhur sebagai pendapat kaum Wahabi dan semua kalangan yang membenarkan dan menilai bagus pendapat mereka, belakangan marak diperbincangkan. Awalnya, perbincangan itu bermula dari beredarnya sejumlah tulisan di internet yang menuduh Habib Munzir Almusawa, pengasuh Majelis Rasulullah SAW, berdusta atas nama Imam Syafi’i dan Imam Ibnu Hajar dan kesalahan Habib Munzir dalam menerjemahkan perkataan Imam Baidhawi, serta banyak lagi tuduhan lainnya, terkait boleh-tidaknya mendirikan bangunan di atas makam, shalat menghadap kuburan, dan sebagainya. Tak tanggung-tanggung, tulisan-tulisan itu menempatkan kata-kata tuduhannya pada Habib Munzir langsung dalam judul-judulnya. Sebut saja, di antara judul-judul tulisannya tersebut, ”Habib Munzirberdusta atas nama Imam Syafi’i”, ”Habib Munzir berdusta atas nama Imam Ibnu Hajar”, ”Habib Munzir salah dalam menerjemahkan perkataan Al-Baidhawi”. Belakangan, tulisan itu dikompilasi menjadi sebuah buku yang diterbitkan dengan judul Ketika Sang Habib Dikritik. Umat Islam di Nusantara ini, yang mayoritas beraqidahkan Ahlussunnah wal Jama’ah, yang selama ini memiliki keyakinan yang selaras sebagaimana yang dituturkan Habib Munzir Almusawa dalam bukunya Kenalilah Aqidahmu, tampak bereaksi. Tak lama kemudian bermunculan pula tulisan-tulisan yang menangkis tuduhan Firanda, sekaligus menyanggah pendapat-pendapat Firanda, yang justru mengatasnamakan para salaf, seperti Imam Syafi’i, Imam Nawawi, Ibnu Hajar, Al-Baidhawi, dan yang lain-lainnya, dalam pendapat-pendapatnya yang berseberangan pandangan dengan kebanyakan pandangan dan keyakinan umat Islam di Nusantara, bahkan di dunia. Pendapat Imam Syafi’i Sebagian orang berpendapat, menguburkan seseorang di samping atau di depan masjid adalah haram. Mereka katakan juga, shalat di masjid yang menghadap kubur adalah haram dan tidak sah. Kubur, menurut mereka, tidak boleh ditinggikan ataupun ditembok secara muthlaq, dan haram menjadikan kubur sebagai masjid. Mengenai hal ini, para imam terdahulu yang shalih telah menjelaskan dan berfatwa akan hukum-hukumnya. Dan para imam terdahulu yang shalih itu tidak berpendapat seperti yang sebagian orang katakan di atas. Termasuk Imam Syafi’i sendiri tidaklah berpendapat sebagaimana yang dituturkan oleh Firanda dalam tulisan-tulisannya. Sekarang kita simak pendapat Imam Syafi’i sendiri dalam kitabnya, Al-Umm, juz 1 halaman 92, “Dan pekuburan adalah tempat penguburan untuk umum. Demikian itu sebagaimana aku telah sifatkan, yaitu bercampur dengan mayat-mayat. Adapun padang sahara, tidak ada satu pun kuburan di dalamnya yang, jika suatu kaum kematian seseorang, kemudian tidak diaduk kuburan tersebut, seandainya ia shalat di samping kuburan tersebut atau di atasnya, aku menghukuminya makruh dan aku tidak memerintahkannya untuk mengulangi shalatnya, karena diketahui benar bahwa tanah itu suci tidak bercampur sedikit pun dengan sesuatu, demikian juga seandainya dikuburkan dua atau beberapa mayat di dalamnya.” Cukup jelas nash imam Syafi’i tersebut memberikan faidah makna bahwa pekuburan yang tergali adalah najis dan tidak sah shalat di dalamnya. Adapun pekuburan yang tidak tergali, hukumnya suci dan shalat di dalamnya hukumnya sah. Demikian juga ia mengembalikan illat-nya (sebab pelarangan) pada dikhawatirkannya najis: jika najisnya hilang, hilanglah pula hukum kemakruhannya. Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Makruh memuliakan seseorang hingga menjadikan kuburnya sebagai masjid, karena ditakutkan fitnah atas orang itu atau atas orang lain.” Dikatakan, “Dan hal yang tak diperbolehkan adalah membangun masjid di atas kubur setelah jenazah dikuburkan. Namun bila membangun masjid lalu membuat di dekatnya kubur untuk pewaqafnya atau yang lainnya, tak ada larangannya.” (Faydh al-Qadir V: 274). Imam Syafi’i menjelaskan, makruh memuliakan seseorang hingga menjadikan kuburnya sebagai masjid. Imam Syafi’i tidak mengharamkan memuliakan seseorang hingga membangun kuburnya menjadi masjid, namun beliau mengatakannya makruh. Hal ini karena ditakutkan mendatangkan fitnah. Dijelaskan bahwa hal yang dibahas adalah membangun masjid di atas kubur setelah jenazah dikubur. Namun bila membangun masjid, lalu membuat kubur di dekatnya, itu tidak apa-apa. Tidak makruh, tidak pula haram. Imam Syafi’i dan para sahabatnya sepakat akan makruhnya membangun masjid di atas kubur, baik mayyitnya orang yang termasyhur dengan keshalihannya maupun yang lainnya, karena keumuman haditsnya. Berpendapat pula Imam Syafi’i dan para sahabatnya: Dan makruh shalat menghadap kubur, baik ke mayyit yang shalih maupun yang lainnya (Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab V: 316, Darul Fikr). Sebagian orang membantah dengan menggunakan kelanjutan dari kata-kata dalam Faydh al-Qadir di atas yang berasal dari Az-Zain Al-‘Iraqi, “Zhahirnya bahwasanya tidak ada perbedaan jika dia membangun masjid dengan niat untuk dikuburkan di sebagian masjid, maka termasuk dalam laknat. Bahkan hukumnya haram jika dikubur di dalam masjid. Jika ia mempersyaratkan untuk dikubur di dalam masjid, persyaratan tersebut tidak sah, karena bertentangan dengan kosekuensi waqaf masjidnya.” (Faydh al-Qadir V: 274). Perkataan Al-‘Iraqi ini sama sekali tidak menentangi perkataan sebelumnya. Al-‘Iraqi menjelaskan ihwal membangun masjid dengan niat jika ia wafat ia minta dikuburkan di tanah waqaf tersebut. Maka syarat yang ia utarakan itu tidak sah. Karena, ketika seseorang mewaqafkan hartanya, berhentilah ia dari memilikinya dan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. (Bersambung)
Sumber : http://www.majalah-alkisah.com/
Related Posts:
Hukum mendirikan masjid diatas makam masjid di atas makam salaf
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: