Ad 468 X 60

.

Tuesday, August 20, 2013

Widgets

Pernikahan Agung Wanita-wanita Teladan Umat (Bagian 4)

“Wahai Ali, pedang sangat engkau butuhkan untuk berjihad di jalan Allah, ceret tempat air sangat berguna bagi keluargamu dan saat kau bepergian. Aku akan menikahkanmu dengan mahar baju besimu itu.”
Mereka semua berteriak, “Cukup ba­gimu jawaban Rasulullah SAW walau­pun salah satu saja.” (marhaban saja atauahlan saja). Kemudian mereka me­ning­galkannya. Mereka telah membuat­nya tenang.

Apa yang dikatakan oleh keluarga­nya dan para pecintanya membuatnya tak sabar menantikan munculnya waktu pagi.

Lalu ia pergi menjumpai Rasulullah SAW. Setelah sepenuh jiwanya siap, ia mengatakan, “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah. Engkau tahu bahwa engkau mengambilku dari pamanmu, Abu Thalib, dan dari Fathi­mah bin Asad, ketika aku masih anak-anak yang tidak tahu apa-apa. Kemudi­an eng­kau membimbingku dan mendi­dikku. Engkau lebih utama daripada Abu Thalib dan Fathimah dalam memberikan kasih sayang kepadaku. Allah telah mem­beri petunjuk kepadaku melalui pe­rantaramu. Engkau telah menyelamat­kanku dari ke­musyrikan yang dilakukan para leluhurku. Engkau, wahai Rasul­ullah, adalah mo­dalku dan perantaraan­ku di dunia dan di akhirat kelak. Aku me­mohon kepada Allah melalui engkau, mudah-mudahan aku dapat memper­oleh tempat tinggal dan seorang istri tem­pat aku mendapat­kan ketenangan. Aku sengaja datang ke sini untuk me­lamar putrimu, Fathimah. Apa­kah eng­kau bersedia menikahkanku, wahai Ra­sulullah?”Wajah Rasulullah SAW menampak­kan kegembiraan luar biasa. Kemudian beliau tersenyum kepada Ali sambil ber­kata, “Wahai Ali, apakah engkau punya sesuatu yang dapat dijadikan mahar?”

Ali menjawab, “Demi Allah, wahai Ra­­sulullah, engkau tahu keadaanku. Aku tidak memiliki apa pun kecuali pe­dang dan ceret tempat air.”

“Di mana baju besimu yang pernah aku berikan kepadamu dulu?” tanya Ra­sulullah.

“Ia ada padaku, wahai Rasulullah.”

“Berikanlah baju besi itu kepadanya,” kata beliau.

Kemudian Ali pun segera pergi dan da­tang lagi dengan membawa baju besi.

Lalu Rasulullah SAW menyuruhnya un­tuk menjualnya untuk persiapan pe­ngantin.

Kemudian Utsman bin Affan membeli baju besi itu dengan harga 470 dirham.

Ali lalu membawa uang itu dan me­le­takkannya di hadapan Rasulullah.

Beliau mengambilnya kemudian me­nyerahkannya kepada Bilal untuk dibeli­kan wangi-wangian.

Dalam riwayat lain, ketika ditanya “Apakah engkau memiliki sesuatu?”, Ali menjawab, “Aku tidak memiliki apa-apa ke­cuali baju besi, pedang, dan ceret tem­pat air.”

Maka Rasulullah SAW berkata ke­pada­nya, “Wahai Ali, pedang sangat engkau butuhkan untuk berjihad di jalan Allah, ceret tempat air sangat berguna bagi keluargamu dan saat kau bepergi­an. Aku akan menikahkanmu dengan ma­har baju besimu itu.”

Dalam kitab Ansab al-Asyraf, karya Al-Baladzari, disebutkan, Ali menjual unta­nya dan barang-barang lainnya hing­ga terkumpul uang sebanyak 480 dirham. Ada pula yang mengatakan 400 dirham. Kemudian Nabi memerintahkan Ali untuk membelanjakan dua pertiganya untuk wangi-wangian dan sepertiga lagi untuk membeli barang-barang. Maka ia pun melakukannya.

Inilah proses lamaran Fathimah, putri Rasulullah SAW, dan itulah maharnya, baju besi. Allah menunjukkannya ke­pa­da pemuda pemberani, pahlawan, se­orang yang alim, dan bersih, yang Allah mulia­kan.

Ali menyerahkan 470 dirham, menu­rut pendapat yang paling kuat, yang ke­mudian Nabi SAW ambil lalu beliau se­rahkan sebagiannya kepada Bilal untuk dibelikan wangi-wangian, dan sisanya beliau serahkan kepada Ummu Salamah untuk dibelikan perlengkapan pengantin. Saat itu Rasulullah SAW belum menikah dengan Ummu Salamah, karena Fathi­mah menikah dengan Ali pada akhir ta­hun kedua Hijriah sedangkan pernikah­an Nabi SAW dengan Ummu Salamah ber­­langsung pada tahun keempat Hijriah, menurut pendapat yang terkuat.

Ali mengambil sebuah rumah yang se­derhana untuk memulai perjalanan rumah tangga yang penuh kesucian, afaf (sifat menjaga diri), dan cahaya, ber­sama dengan putri Rasulullah SAW. Ia menyia­pakan rumahnya yang akan men­jadi tem­pat untuk menyambut putri makhluk ter­baik. Di situ terdapat sebuah kamar tidur dengan lantai yang dilapisi pasir halus, kasur dari sabut, bantal dari sabut juga, kulit kambing untuk tempat duduk, tempat gilingan, handuk, gelas, tempat air kecil dari kulit untuk mendi­nginkan air, dan keset.

Inilah perlengkapan pemimpin wani­ta penghuni surga, Ath-Thahirah, Az-Zahra, Ummu Abiha, putri Rasulullah SAW.

Di dalam Shahih al-Bukhari dan Sha­hih Muslim disebutkan, Fathimah masuk ke rumah suaminya dengan beludru yang bagus, bantal kulit berisi sabut, dua buah batu gilingan gandum, dua buah wadah air, dua buah guci, dan sedikit wangi-wangian.

Datanglah saat yang disepakati un­tuk malam pernikahan, malam pengan­tin. Bani Abdul Muththalib pun meraya­kan pernikahan itu. Hamzah, paman Nabi SAW dan juga paman Ali, datang mem­bawa dua unta besar. Ia menyem­belihnya dan memberikan makan ke­pada orang-orang.

Setelah orang-orang selesai makan, Nabi SAW datang membawa baghalnya yang berwarna abu-abu, kemudian be­liau berkata kepada Fathimah, “Naiklah.”

Rasulullah SAW memerintahkan Sal­man untuk berjalan di depan, se­dang­kan beliau sendiri berjalan di bela­kang Fathi­mah. Saat itu, beliau didam­pingi Hamzah dan sejumlah orang dari Bani Hasyim dengan pedang terhunus. Beliau meme­rintahkan kaum wanita Abdul Muththalib dan kaum wanita Mu­hajirin dan Anshar untuk berjalan men­dampingi Fathimah dan memerintahkan mereka untuk ber­gembira ria, bertakbir, dan bertahmid, dan tidak mengucapkan sesuatu kecuali yang diridhai Allah.

Maka Ummu Salamah pun bersyair, yang artinya:

Berjalanlah dengan pertolongan Allah

wahai tetangga-tetanggaku

Bersyukurlah kepada-Nya

dalam setiap keadaan

Sebutlah nikmat Allah,

Yang Mahatinggi

Yang telah menyingkirkan kesulitan

dan marabahaya



Allah-lah yang telah menyelamatkan kita

dari kekafiran

Tuhan Penguasa langitlah

yang telah mengangkat kita



Berjalanlah bersama wanita terbaik

di seluruh dunia

Ia siap berkorban dengan paman-paman

dan bibi-bibinya

Putri manusia yang dimuliakan

oleh Dzat Yang Mahatinggi

dengan wahyu dan risalah dari-Nya



Kemudian Nabi SAW memasukkan­nya ke rumah Ali, lalu beliau mengata­kan, “Wahai Ali, janganlah engkau mengata­kan sesuatu kepada istrimu sebelum aku datang kepadamu.”

Kemudian Bilal mengumandangkan adzan untuk shalat Isya. Maka Nabi pun me­lakukan shalat bersama kaum mus­lim­in di masjid.

Lalu semuanya pulang.

Ali mendahului Nabi menuju rumah­nya untuk menyambutnya.

Ketika Rasulullah masuk ke rumah Ali, beliau melihat beberapa orang pe­rem­­puan, lalu mereka pun pergi, kecuali Asma’ binti ‘Umais, ia tetap tinggal.

“Siapa engkau?” tanya Nabi SAW

“Akulah yang menjaga putrimu. Se­orang gadis di malam pernikahannya mesti didampingi perempuan yang dekat dengannya. Jika ia mempunyai kebutuh­an atau menginginkan sesuatu, akulah yang memenuhinya.”

Barangkali saat itu beliau teringat ke­pada ibunda Fathimah yang penyayang, Khadijah, wanita mukminah yang per­tama. Dialah istri sekaligus ibu yang ter­baik, sebaik-baik penolong, pendukung, pemberi selimut. Demikian pula dengan Fathimah, yang duduk di dekat salah satu tiang rumah dengan sikap wanita yang afifah (yang suka menjaga diri) dan me­rasa malu. Ia teringat kepada ibunya. Se­telah mendengar perkataan Asma’ binti Umais, ia pun menangis karena pe­rasaan sayangnya kepada sang bunda, yang te­lah bermakam di Hujun.

Rasulullah SAW mendoakan Asma’ binti Umais karena perannya terhadap putrinya dengan mengatakan, “Aku me­mo­hon kepada Tuhanku agar Dia men­jagamu dari arah depanmu, belakang­mu, kananmu, dan kirimu dari godaan setan, yang terkutuk.”

Setelah itu beliau keluar bersama Fa­thimah dari kamarnya. Kemudian beliau berkata kepada Asma, “Bawakan untuk­ku wadah lalu isilah.”

Maka Asma’ pun membawakannya.

Beliau meludah sedikit ke dalamnya, ke­mudian memanggil Fathimah, lalu mengambil sedikit air dan memercik­kan­nya di kepalanya dan di antara kedua kakinya. Setelah itu beliau memegang­nya lalu berdoa, yang artinya, “Ya Allah, se­­sungguhnya ia bagian dariku dan se­sung­guhnya aku bagian darinya. Ya Allah, se­bagaimana Engkau telah meng­hilangkan kotoran dariku dan Engkau telah menyu­cikanku, sucikanlah dia.”

Kemudian beliau meminta wadah yang lain, lalu beliau lakukan terhadap Ali se­bagaimana yang beliau lakukan ter­ha­dap Fathimah. Setelah itu beliau menga­takan, “Bangunlah kalian berdua.” Lalu beliau mendoakan, yang artinya,

“Semoga Allah menghimpunkan ka­lian dan membaguskan keadaan kalian.”

Setelah itu beliau bangun, lalu menu­tup pintu, meninggalkan mereka berdua.

(Bersambung)

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati

0 komentar: