Tuesday, August 20, 2013
Pernikahan Agung Wanita-wanita Teladan Umat (Bagian 4)
“Wahai Ali, pedang sangat engkau butuhkan untuk berjihad di jalan Allah, ceret tempat air sangat berguna bagi keluargamu dan saat kau bepergian. Aku akan menikahkanmu dengan mahar baju besimu itu.”Mereka semua berteriak, “Cukup bagimu jawaban Rasulullah SAW walaupun salah satu saja.” (marhaban saja atauahlan saja). Kemudian mereka meninggalkannya. Mereka telah membuatnya tenang.
Apa yang dikatakan oleh keluarganya dan para pecintanya membuatnya tak sabar menantikan munculnya waktu pagi.
Lalu ia pergi menjumpai Rasulullah SAW. Setelah sepenuh jiwanya siap, ia mengatakan, “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah. Engkau tahu bahwa engkau mengambilku dari pamanmu, Abu Thalib, dan dari Fathimah bin Asad, ketika aku masih anak-anak yang tidak tahu apa-apa. Kemudian engkau membimbingku dan mendidikku. Engkau lebih utama daripada Abu Thalib dan Fathimah dalam memberikan kasih sayang kepadaku. Allah telah memberi petunjuk kepadaku melalui perantaramu. Engkau telah menyelamatkanku dari kemusyrikan yang dilakukan para leluhurku. Engkau, wahai Rasulullah, adalah modalku dan perantaraanku di dunia dan di akhirat kelak. Aku memohon kepada Allah melalui engkau, mudah-mudahan aku dapat memperoleh tempat tinggal dan seorang istri tempat aku mendapatkan ketenangan. Aku sengaja datang ke sini untuk melamar putrimu, Fathimah. Apakah engkau bersedia menikahkanku, wahai Rasulullah?”Wajah Rasulullah SAW menampakkan kegembiraan luar biasa. Kemudian beliau tersenyum kepada Ali sambil berkata, “Wahai Ali, apakah engkau punya sesuatu yang dapat dijadikan mahar?”
Ali menjawab, “Demi Allah, wahai Rasulullah, engkau tahu keadaanku. Aku tidak memiliki apa pun kecuali pedang dan ceret tempat air.”
“Di mana baju besimu yang pernah aku berikan kepadamu dulu?” tanya Rasulullah.
“Ia ada padaku, wahai Rasulullah.”
“Berikanlah baju besi itu kepadanya,” kata beliau.
Kemudian Ali pun segera pergi dan datang lagi dengan membawa baju besi.
Lalu Rasulullah SAW menyuruhnya untuk menjualnya untuk persiapan pengantin.
Kemudian Utsman bin Affan membeli baju besi itu dengan harga 470 dirham.
Ali lalu membawa uang itu dan meletakkannya di hadapan Rasulullah.
Beliau mengambilnya kemudian menyerahkannya kepada Bilal untuk dibelikan wangi-wangian.
Dalam riwayat lain, ketika ditanya “Apakah engkau memiliki sesuatu?”, Ali menjawab, “Aku tidak memiliki apa-apa kecuali baju besi, pedang, dan ceret tempat air.”
Maka Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Wahai Ali, pedang sangat engkau butuhkan untuk berjihad di jalan Allah, ceret tempat air sangat berguna bagi keluargamu dan saat kau bepergian. Aku akan menikahkanmu dengan mahar baju besimu itu.”
Dalam kitab Ansab al-Asyraf, karya Al-Baladzari, disebutkan, Ali menjual untanya dan barang-barang lainnya hingga terkumpul uang sebanyak 480 dirham. Ada pula yang mengatakan 400 dirham. Kemudian Nabi memerintahkan Ali untuk membelanjakan dua pertiganya untuk wangi-wangian dan sepertiga lagi untuk membeli barang-barang. Maka ia pun melakukannya.
Inilah proses lamaran Fathimah, putri Rasulullah SAW, dan itulah maharnya, baju besi. Allah menunjukkannya kepada pemuda pemberani, pahlawan, seorang yang alim, dan bersih, yang Allah muliakan.
Ali menyerahkan 470 dirham, menurut pendapat yang paling kuat, yang kemudian Nabi SAW ambil lalu beliau serahkan sebagiannya kepada Bilal untuk dibelikan wangi-wangian, dan sisanya beliau serahkan kepada Ummu Salamah untuk dibelikan perlengkapan pengantin. Saat itu Rasulullah SAW belum menikah dengan Ummu Salamah, karena Fathimah menikah dengan Ali pada akhir tahun kedua Hijriah sedangkan pernikahan Nabi SAW dengan Ummu Salamah berlangsung pada tahun keempat Hijriah, menurut pendapat yang terkuat.
Ali mengambil sebuah rumah yang sederhana untuk memulai perjalanan rumah tangga yang penuh kesucian, afaf (sifat menjaga diri), dan cahaya, bersama dengan putri Rasulullah SAW. Ia menyiapakan rumahnya yang akan menjadi tempat untuk menyambut putri makhluk terbaik. Di situ terdapat sebuah kamar tidur dengan lantai yang dilapisi pasir halus, kasur dari sabut, bantal dari sabut juga, kulit kambing untuk tempat duduk, tempat gilingan, handuk, gelas, tempat air kecil dari kulit untuk mendinginkan air, dan keset.
Inilah perlengkapan pemimpin wanita penghuni surga, Ath-Thahirah, Az-Zahra, Ummu Abiha, putri Rasulullah SAW.
Di dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan, Fathimah masuk ke rumah suaminya dengan beludru yang bagus, bantal kulit berisi sabut, dua buah batu gilingan gandum, dua buah wadah air, dua buah guci, dan sedikit wangi-wangian.
Datanglah saat yang disepakati untuk malam pernikahan, malam pengantin. Bani Abdul Muththalib pun merayakan pernikahan itu. Hamzah, paman Nabi SAW dan juga paman Ali, datang membawa dua unta besar. Ia menyembelihnya dan memberikan makan kepada orang-orang.
Setelah orang-orang selesai makan, Nabi SAW datang membawa baghalnya yang berwarna abu-abu, kemudian beliau berkata kepada Fathimah, “Naiklah.”
Rasulullah SAW memerintahkan Salman untuk berjalan di depan, sedangkan beliau sendiri berjalan di belakang Fathimah. Saat itu, beliau didampingi Hamzah dan sejumlah orang dari Bani Hasyim dengan pedang terhunus. Beliau memerintahkan kaum wanita Abdul Muththalib dan kaum wanita Muhajirin dan Anshar untuk berjalan mendampingi Fathimah dan memerintahkan mereka untuk bergembira ria, bertakbir, dan bertahmid, dan tidak mengucapkan sesuatu kecuali yang diridhai Allah.
Maka Ummu Salamah pun bersyair, yang artinya:
Berjalanlah dengan pertolongan Allah
wahai tetangga-tetanggaku
Bersyukurlah kepada-Nya
dalam setiap keadaan
Sebutlah nikmat Allah,
Yang Mahatinggi
Yang telah menyingkirkan kesulitan
dan marabahaya
Allah-lah yang telah menyelamatkan kita
dari kekafiran
Tuhan Penguasa langitlah
yang telah mengangkat kita
Berjalanlah bersama wanita terbaik
di seluruh dunia
Ia siap berkorban dengan paman-paman
dan bibi-bibinya
Putri manusia yang dimuliakan
oleh Dzat Yang Mahatinggi
dengan wahyu dan risalah dari-Nya
Kemudian Nabi SAW memasukkannya ke rumah Ali, lalu beliau mengatakan, “Wahai Ali, janganlah engkau mengatakan sesuatu kepada istrimu sebelum aku datang kepadamu.”
Kemudian Bilal mengumandangkan adzan untuk shalat Isya. Maka Nabi pun melakukan shalat bersama kaum muslimin di masjid.
Lalu semuanya pulang.
Ali mendahului Nabi menuju rumahnya untuk menyambutnya.
Ketika Rasulullah masuk ke rumah Ali, beliau melihat beberapa orang perempuan, lalu mereka pun pergi, kecuali Asma’ binti ‘Umais, ia tetap tinggal.
“Siapa engkau?” tanya Nabi SAW
“Akulah yang menjaga putrimu. Seorang gadis di malam pernikahannya mesti didampingi perempuan yang dekat dengannya. Jika ia mempunyai kebutuhan atau menginginkan sesuatu, akulah yang memenuhinya.”
Barangkali saat itu beliau teringat kepada ibunda Fathimah yang penyayang, Khadijah, wanita mukminah yang pertama. Dialah istri sekaligus ibu yang terbaik, sebaik-baik penolong, pendukung, pemberi selimut. Demikian pula dengan Fathimah, yang duduk di dekat salah satu tiang rumah dengan sikap wanita yang afifah (yang suka menjaga diri) dan merasa malu. Ia teringat kepada ibunya. Setelah mendengar perkataan Asma’ binti Umais, ia pun menangis karena perasaan sayangnya kepada sang bunda, yang telah bermakam di Hujun.
Rasulullah SAW mendoakan Asma’ binti Umais karena perannya terhadap putrinya dengan mengatakan, “Aku memohon kepada Tuhanku agar Dia menjagamu dari arah depanmu, belakangmu, kananmu, dan kirimu dari godaan setan, yang terkutuk.”
Setelah itu beliau keluar bersama Fathimah dari kamarnya. Kemudian beliau berkata kepada Asma, “Bawakan untukku wadah lalu isilah.”
Maka Asma’ pun membawakannya.
Beliau meludah sedikit ke dalamnya, kemudian memanggil Fathimah, lalu mengambil sedikit air dan memercikkannya di kepalanya dan di antara kedua kakinya. Setelah itu beliau memegangnya lalu berdoa, yang artinya, “Ya Allah, sesungguhnya ia bagian dariku dan sesungguhnya aku bagian darinya. Ya Allah, sebagaimana Engkau telah menghilangkan kotoran dariku dan Engkau telah menyucikanku, sucikanlah dia.”
Kemudian beliau meminta wadah yang lain, lalu beliau lakukan terhadap Ali sebagaimana yang beliau lakukan terhadap Fathimah. Setelah itu beliau mengatakan, “Bangunlah kalian berdua.” Lalu beliau mendoakan, yang artinya,
“Semoga Allah menghimpunkan kalian dan membaguskan keadaan kalian.”
Setelah itu beliau bangun, lalu menutup pintu, meninggalkan mereka berdua.
(Bersambung)
Sumber : http://www.majalah-alkisah.com
Related Posts:
musim pernikahan nikah pernikahan pernikahan agung- Pernikahan Agung Wanita-wanita Teladan Umat (Bagian 1)
- Polemeik Bin Baaz Vs Al Bani
- Pernikahan Agung Wanita-wanita Teladan Umat (Bagian 4)
- Pernikahan Agung Wanita-wanita Teladan Umat (Bagian 3)
- Pernikahan Agung Wanita-wanita Teladan Umat (Bagian 2)
- Pernikahan Agung Wanita-wanita Teladan Umat (Bagian 4)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: