Tuesday, September 23, 2014
KESUNNAHAN MENGUSAP WAJAH SETELAH BERDOA
Pada dasarnya doa merupakan ibadah yang sangat agung, dapat meningkatkan keimanan dan memperkuat manisnya keimanan di dalam hati seorang Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menganggap doa sebagai ibadah itu sendiri, dalam sebuah hadits:عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ"، ثُمَّ قَرَأَ: {وَقَالَ رَبُّكُـمْ ٱدْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ داخِرِينَ} [غافر:60]. ).
“An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Doa adalah ibadah.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat: “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Ghafir : 60).
Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (4/267), Abu Dawud [1479], al-Tirmidzi [2969], dan menilainya hasan shahih, Ibnu Majah [3828], dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban [890], al-Hakim [1802] serta al-Dzahabi.
Di antara adab dan etika berdoa, agar doa kita dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala, adalah mengangkat kedua tangan, lalu mengusap wajah setelah berdoa. Tujuan mengusapkan tangan ke wajah tersebut, sepertinya mengandung relevansi yang sangat rasional, yaitu, bahwa ketika Allah tidak mengembalikan kedua tangan orang yang berdoa dengan keadaan kosong, seakan-akan kedua tangan tersebut memperoleh rahmat Allah subhanahu wata’ala. Maka wajar saja kalau rahmat tersebut diusapkan ke wajah, sebagai anggota badan yang paling mulia dan paling berhak dimuliakan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh al-Shan’ani dalam Subulus Salam, juz 2 hal. 709.
Oleh karena itu para ulama fuqaha dari madzhab empat telah menetapkan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa.
Madzhab Hanafi
Kesunnahan mengusap tangan setelah berdoa ditegaskan oleh para ulama fuqaha bermadzhab Hanafi. Dalam konteks ini, al-Imam Hasan bin Ammar as-Syaranbalali berkata:
"ثُمَّ يَخْتِمُ بِقَوْلِهِ تَعَالىَ {سُبْحَانَ رَبِّكَ} اْلآَيَةَ؛ لِقَوْلِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: "مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَكْتَالَ بِالْمِكْيَالِ اْلأَوْفَى مِنَ الْأَجْرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَلْيَكُنْ آَخِرُ كَلاَمِهِ إِذَا قَامَ مِنْ مَجْلِسِهِ {سُبْحَانَ رَبِّكَ} الآية"، وَيَمْسَحُ يَدَيْهِ وَوَجْهَهُ فِيْ آَخِرِهِ؛ لِقَوْلِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {إِذَا دَعَوتَ اللهَ فَادْعُ بِبَاطِنِ كَفَّيْكَ وَلَا تَدْعُ بِظُهُورِهِمَا فَإِذَا فَرَغْتَ فَامْسَحْ بِهِمَا وَجْهَكَ} رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ كَمَا فِي الْبُرْهَانِ"). (حَاشِيَةُ الشَّرَنْبَلاَلِي عَلىَ دُرَرِ الْحُكَّامِ، 1/80).
“Kemudian orang yang berdoa menutup doanya dengan firman Allah “Subhana rabbika” dan seterusnya. Berdasarkan perkataan Ali radhiyallahu ‘anhu, “Barangsiapa yang menghendaki menerima takaran pahala dengan takaran yang sempurna pada hari kiamat, maka hendaklah akhir ucapannya dalam majlisnya adalah “subhana rabbika” dan seterusnya. Dan ia mengusap tangan dan wajahnya di akhir doanya, berdasarkan perkataan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila kamu berdoa kepada Allah, maka berdoalah dengan perut telapak tanganmu, dan janganlah berdoa dengan punggungnya. Apabila kamu selesai berdoa, maka usaplah wajahmu dengan kedua tangannya.” HR. Ibnu Majah, sebagaimana dalam kitab al-Burhan.” (Hasyiyah as-Syaranbalali ‘ala Durar al-Hukkam, juz 1 hal. 80).
Madzhab Maliki
Para fuqaha yang mengikuti madzhab Maliki juga menegaskan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Al-Imam an-Nafrawi berkata:
وَيُسْتَحَبُّ أن يَمْسَحَ وَجْهَهُ بِيَدَيْهِ عَقِبَهُ -أي: الدُّعَاءِ- كَمَا كَانَ يَفْعَلُهُ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ.
“Dan disunnahkan mengusap wajah dengan kedua tangannya setelah berdoa, sebagaimana apa yang telah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” (An-Nafrawi, al-Fawakih al-Dawani, juz 2, hal. 335).
Madzhab Syafi’i
Para fuqaha yang mengikuti madzhab Syafi’i juga menegaskan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Dalam hal ini, al-Imam an-Nawawi berkata dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab:
وَمِنْ آَدَابِ الدُّعَاءِ كَوْنُهُ فِي الْأَوْقَاتِ وَالْأَمَاكِنِ وَالْأَحْوَالِ الشَّرِيْفَةِ وَاسْتِقْبَالُ الْقِبْلَةِ وَرَفْعُ يَدَيْهِ وَمَسْحُ وَجْهِهِ بَعْدَ فَرَاغِهِ وَخَفْضُ الصَّوْتِ بَيْنَ الْجَهْرِ وَالْمُخَافَتَةِ).
“Di antara beberapa adab dalam berdoa adalah, adanya doa dalam waktu-waktu, tempat-tempat dan keadaan-keadaan yang mulia, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, mengusap wajah setelah selesai berdoa, memelankan suara antara keras dan berbisik.” (al-Imam an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 4 hal. 487).
Bahkan al-Imam an-Nawawi menegaskan dalam kitab at-Tahqiq tentang kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa, sebagaimana dikutip oleh Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari dalam Asnal Mathalib juz 1 hal. 160, dan al-Khathib as-Syirbini dalam Mughnil Muhtaj juz 1 hal. 370.
Madzhab Hanbali
Madzhab Hanbali adalah madzhab resmi kaum Wahabi di Saudi Arabia. Ternyata para ulama fuqaha madzhab Hanbali, menegaskan bahwa pendapat yang dapat dijadikan pegangan oleh mereka, adalah kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Dalam konteks ini, al-Imam al-Buhuti menegaskan:
(ثُمَّ يَمْسَحُ وَجْهَهُ بِيَدَيهِ هُنَا) أي: عَقِبَ الْقُنُوْتِ (وَخَارَجَ الصَّلَاةِ) إِذَا دَعَا).
“Kemudian orang yang berdoa mengusapkan wajahnya dengan kedua tangannya setelah membaca doa qunut dan di luar shalat ketika selesai berdoa.” (Al-Buhuti, Syarh Muntaha al-Iradat juz 1 hal. 241, Kasysyaf al-Qina’ ‘an Matn al-Iqna’ juz 1 hal. 420, dan al-Mirdawi, al-Inshaf fi Ma’rifat al-Rajih min al-Khilaf, juz 2 hal. 173).
Demikian pandangan para ulama fuqaha dari madzhab empat yang menegaskan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Sedangkan dasar atau dalil para ulama dalam hal ini, adalah hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau mengusap wajah dengan kedua tangannya setelah berdoa.
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ تَعَالىَ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِذَا مَدَّ يَدَيهِ فِي الدُّعَاءِ لَمْ يَرُدَهُمَا حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ ).
“Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mengangkat kedua tangannya dalam berdoa, tidak mengembalikannya sehingga mengusap wajahnya dengan keduanya.” (HR. at-Tirmidzi [3386], dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/719 [1967]).
Berkaitan dengan hadits tersebut, al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Bulugul Maram min Adillatil Ahkam sebagai berikut:
أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ، لَهُ شَوَاهِدُ مِنْهَا حَدِيْثُ ابْنِ عَبَّاسٍ عِنْدَ أَبِيْ دَاوُدَ, وَغَيْرِهِ, وَمَجْمُوْعُهَا يَقْضِيْ بِأَنَّهُ حَدِيْثٌ حَسَنٌ).
“Hadits tersebut diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan memiliki banyak penguat eksternal (syahid), antara lain hadits Ibnu Abbas menurut Abu Dawud dan lainnya, dan kesemuanya menetapkan bahwa hadits tersebut bernilai hasan.”
Hadits di atas menjadi dalil kesunnahan mengusap wajah dengan kedua tangan setelah selesai berdoa, sebagaimana ditegaskan oleh al-Shan’ani dalam Subulus Salam juz 2 hal. 709. Hadits lain yang menjadi dalil kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa adalah sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لا تَسْتُرُوا الجُدُرَ، مَنْ نَظَرَ فِي كِتَابِ أَخِيهِ بِغَيرِ إِذْنِهِ فَإِنَّمَا يَنْظُرُ فِي النَّارِ، سَلُوا اللهَ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلا تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا، فَإِذَا فَرَغْتُمْ فَامْسَحُوا بِهَا وُجُوهَكُمْ.
“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian menutup tembok dengan kain. Barangsiapa yang melihat dalam buku saudaranya tanpa ijin, maka sebenarnya ia melihat ke neraka. Mohonlah kepada Allah dengan perut telapak tangan kamu. Dan janganlah kamu memohon kepada-Nya dengan punggungnya. Apabila kamu selesai berdoa, maka usaplah wajahmu dengannya.”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud [1485], Ibnu Majah [3866], al-Hakim dalam al-Mustadrak [1968], dan al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra [3276]. Abu Dawud berkata: “Hadits tersebut diriwayatkan dari lebih satu jalur dari Muhammad bin Ka’ab, semua jalurnya lemah, dan jalur ini yang paling bagus. Jalur ini lemah pula.” Al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi mengutip dari al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Amali, bahwa hadits ini menurutnya bernilai hasan. (Lihat, as-Suyuthu, Fadhdhul Wi’a’ Fi Ahadits Raf’il Yadain bid-Du’a’, hal. 74).
Di sisi lain, mengusap wajah setelah selesai berdoa, juga diriwayatkan dari kaum salaf, antara lain sahabat Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Zubair. Juga dari al-Imam Hasan al-Bashri. Oleh karena itu, pandangan sebagian aliran baru yang membid’ahkan dan mengharamkan mengusap wajah setelah berdoa, adalah tidak benar. Kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa memiliki dalil yang kuat dan diikuti oleh para ulama fuqaha dari madzhab yang empat. Wallahu a’lam.
Sumber : FB Muhammad Idrus Ramli
Juga kami sertakan komentar dari Ibnu Abdillah Al-Katibiy :
1. Dhaif sanad tidak pasti matan haditsnya ikutan dhaif, karena hadits2 tersebut memiliki jalur-jelur periwayatan lainnya yang menjadikannya kuat dan naik ke derajat hasan li ghairihi, dan inilah yang telah dikaji oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dan imam as-Suyuthi.
Semua jalur periwayatannya sebagian memang ada yang sangat lemah namun juga ada jalur periwayatan yang semisalnya bahkan mutaba'atnya, sehingga dengan ini haditsnya menjadi maqbul (hasan lighairihi), ini sudah ma'ruf dalam dasar ilmu mustholah hadits. Apalagi imam Suyuthi memiliki kaedah :
المتروك والمنكر إذا تعددت طرقه، ارتقى إلى درجة الضعيف القريب، بل ربما يرتقي إلى الحسن
“ Hadits Matruk dan Mungkar, jika jalur periwayatannya ada banyak, maka derajatanya naik menjadi dhaif yang lebih dekat bahkan sampai ke derajat hasan “. (An-Nukat al-Badi’at : 299 )
2. Mengusap wajah setelah doa telah diamalkan oleh beberapa ulama salaf. Jadi apa yang dikatakan oleh al-Albani bahwa tidak seorng pun ulama salaf mengamalkannya adalah sangatlah dusta. al-Hafidz Abdurrazzaq dalam Mushannafnya menyatakan kesaksiannya bahkan beliau mengamalkannya :
عن ابن جريج عن يحيى بن سعيد أن ابن عمر كان يبسط يديه مع العاص ، و ذكروا أن من مضى كانوا يدعون ثم يردون أيديهم على وجوههم ليردوا الدعاء و البركة .
قال عبد الرزاق : رأيت أنا معمرا يدعو بيديه عند صدره ، ثم يرد يديه فيمسح وجهه .
قال عبد الرزاق : و أنا أفعله
Hasan al-Nashri pun juga mengamalkannya. para ulama hadits pun semisal imam ath-Thabrani, Ibnu Majah dan imam an-Nawawi memuat bab khusus tentang mngusap wajah setelah doa ini. Dengan pengamalan para ulama salaf dan jumhur ulama mutalhirin, maka hadits yang sanadnya lemah menjadi kuat dan maqbul sebgaimana sudh maklum dalam ilmu mustholahul hadits
3. Adapun tuduhan al-Albani yg menyatakan semua hadits tersbut tdk bisa dijadikan hujjah sehingga hukumnya adalah bid'ah, maka salah besar. sejak kapan hadits dhaif jika diamalkan hukumnya amalannya jadi bid'ah ? tidak satu pun ulama hadits yang menyatakan demikian. Maka kaedah al-Albani ini adalah bid'ah dholalah.
Ibnu Taimiyyah juga melakukan bid'ah, ibnul qayyim mengisahkan dzikir ibn taimiyyah :
وسمعت شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله يقول : من واظب على ( يا حي يا قيوم لا إله إلا أنت) كل يوم بين سنة الفجر وصلاة الفجر أربعين مرة أحيى الله بها قلبه.
كتاب مدارج السالكين، الجزء 3، صفحة 264.
" Aku pernh mendengar syaikh islam Ibnu Taimiyyah berkata, " Barangsiapa yang merutinkan membaca YA HAYYU YAA QAYYUM LAA ILAAHA ILLA ANTA, setiap hari 40 kali antara sholat sunnah fajr dan sholat subuh, maka Allah akan menghidupkan hatinya ". (Madarij as-Salikin : 3/264)
Manakah dalil dari haditsnya yang menyatakan demikian ?? beranikah al-Albani membid'ahkan ibn taimiyyah ??
Juga kami sertakan komentar dari Ibnu Abdillah Al-Katibiy :
1. Dhaif sanad tidak pasti matan haditsnya ikutan dhaif, karena hadits2 tersebut memiliki jalur-jelur periwayatan lainnya yang menjadikannya kuat dan naik ke derajat hasan li ghairihi, dan inilah yang telah dikaji oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dan imam as-Suyuthi.
Semua jalur periwayatannya sebagian memang ada yang sangat lemah namun juga ada jalur periwayatan yang semisalnya bahkan mutaba'atnya, sehingga dengan ini haditsnya menjadi maqbul (hasan lighairihi), ini sudah ma'ruf dalam dasar ilmu mustholah hadits. Apalagi imam Suyuthi memiliki kaedah :
المتروك والمنكر إذا تعددت طرقه، ارتقى إلى درجة الضعيف القريب، بل ربما يرتقي إلى الحسن
“ Hadits Matruk dan Mungkar, jika jalur periwayatannya ada banyak, maka derajatanya naik menjadi dhaif yang lebih dekat bahkan sampai ke derajat hasan “. (An-Nukat al-Badi’at : 299 )
2. Mengusap wajah setelah doa telah diamalkan oleh beberapa ulama salaf. Jadi apa yang dikatakan oleh al-Albani bahwa tidak seorng pun ulama salaf mengamalkannya adalah sangatlah dusta. al-Hafidz Abdurrazzaq dalam Mushannafnya menyatakan kesaksiannya bahkan beliau mengamalkannya :
عن ابن جريج عن يحيى بن سعيد أن ابن عمر كان يبسط يديه مع العاص ، و ذكروا أن من مضى كانوا يدعون ثم يردون أيديهم على وجوههم ليردوا الدعاء و البركة .
قال عبد الرزاق : رأيت أنا معمرا يدعو بيديه عند صدره ، ثم يرد يديه فيمسح وجهه .
قال عبد الرزاق : و أنا أفعله
Hasan al-Nashri pun juga mengamalkannya. para ulama hadits pun semisal imam ath-Thabrani, Ibnu Majah dan imam an-Nawawi memuat bab khusus tentang mngusap wajah setelah doa ini. Dengan pengamalan para ulama salaf dan jumhur ulama mutalhirin, maka hadits yang sanadnya lemah menjadi kuat dan maqbul sebgaimana sudh maklum dalam ilmu mustholahul hadits
3. Adapun tuduhan al-Albani yg menyatakan semua hadits tersbut tdk bisa dijadikan hujjah sehingga hukumnya adalah bid'ah, maka salah besar. sejak kapan hadits dhaif jika diamalkan hukumnya amalannya jadi bid'ah ? tidak satu pun ulama hadits yang menyatakan demikian. Maka kaedah al-Albani ini adalah bid'ah dholalah.
Ibnu Taimiyyah juga melakukan bid'ah, ibnul qayyim mengisahkan dzikir ibn taimiyyah :
وسمعت شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله يقول : من واظب على ( يا حي يا قيوم لا إله إلا أنت) كل يوم بين سنة الفجر وصلاة الفجر أربعين مرة أحيى الله بها قلبه.
كتاب مدارج السالكين، الجزء 3، صفحة 264.
" Aku pernh mendengar syaikh islam Ibnu Taimiyyah berkata, " Barangsiapa yang merutinkan membaca YA HAYYU YAA QAYYUM LAA ILAAHA ILLA ANTA, setiap hari 40 kali antara sholat sunnah fajr dan sholat subuh, maka Allah akan menghidupkan hatinya ". (Madarij as-Salikin : 3/264)
Manakah dalil dari haditsnya yang menyatakan demikian ?? beranikah al-Albani membid'ahkan ibn taimiyyah ??
Related Posts:
do'a hadist sunnah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: