Ad 468 X 60

.

Monday, October 26, 2015

Widgets

Nabi Muhammad dan Asisten Rumah Tangganya yang Seorang Yahudi

Dulu Nabi s.a.w. punya ART (Asisten Rumah Tangga) seorang anak laki-laki Yahudi, bukan Islam. Suatu saat anak Yahudi ini sakit dan tidak masuk kerja, akhirnya Nabi s.a.w mengunjunginya di rumah anak Yahudi itu.

Sampai di rumahnya, ada ayah anak itu yang juga sama-sama enganut Yahudi sedang menunggu sang anak. Setelah meminta izin kepada sang ayah, Rasul s.a.w. mendekati anak tersebut lalu mengajaknya untuk bersyahadat; masuk Islam. Diajak masuk Islam, anak itu bingung karenaada sang ayah di dekatnya. Sesekali melirik ayahnya, sesekali melirik Nabi s.a.w., sampai akhirnya sang ayah berbicara: “Anakku! Taati Abu Qasim (Muhammad)!”. Mendapat izin dari ayahnya, anak itu bersyahadat.

Kemudian Nabi s.a.w. keluar dari rumah sambil mengucapkan: “Alhamdulillah, Allah telah menyelamatkan anak itu dari neraka dengan wasilahku”.

Poin dari cerita ini, mari kita berfikir sejenak. Agama adalah identitas setiap diri yang siapapun dia pasti akan membela agamanya jika ia dihina, dan siapapun dia pasti akan marah jika disuruh untuk meninggalkan agama nenek moyangnya.

Tapi lihat bagaimana relanya sang ayah yang seorang Yahudi membiarkan anaknya melepaskan agama dan kepercayaan nenek moyangnya hanya karena seorang Muhammad s.a.w.

Kita berandai-andai sekarang, kira-kira jika Nabi s.a.w. ketika bergaul dengan orang non-muslim dengan keras dan bengis, asal hantam, mulut kotor doyan mencaci, apakah mau seorang yahudi membiarkan anaknya ikut kepada Muhammad? Tidak mungkin!

Itu bukti nyata bagi kita –yang mengaku cinta dan mengikuti Nabi s.a.w.- bahwa apa yang dilakukan Nabi s.a.w. dalam menyampaikan agama ini bukan dengan caci maki, prasangka, dusta, kebencian, Nabi s.a.w. menyampaikan agama ini dengan cinta dan kasih sayang; karena memang tujuan dakwah ini adalah mengajak orang lain menuju kepada sang Maha cinta dan Sayang. Bagaimana bisa mengajak kepada cinta tapi dengan kebencian?

Nah itu Nabi s.a.w. kepada orang lain yang bukan Islam, begitu sangat baiknya Nabi s.a.w. kepada mereka. tentu akan jauh lebih baik lagi kepada muslim. Dan ini yang harus dilakukan oleh orang muslim yang mengaku mengampuh beban dakwah, sampaikah kepada orang lain dengan cinta, bukan dengan kebencian.

Maka wajar saja salah seorang ulama menyatakan: “bukan ulama jika ia melihat orang yang berbeda dengannya sebagai musuh!”. Karena memang ulama pasti tahu bagaimana mengejawantahkan sifat Nabi s.a.w. ke dalam metode dakwahnya. Bukan dengan kebencian pastinya. 

-wallahul-musta'an-

Sumber : Ahmad Zarkasih

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati

0 komentar: