Ad 468 X 60

.

Tuesday, May 28, 2013

Widgets

Tafsir Surah Ali ‘Imran (130-133) : Larangan Melakukan Riba

"Dibayar, atau dibungakan. Jika dibayar, selesai urusannya. Jika tidak dibayar, di­kenai bunga, yang kemudian ditambah­kan kepada pokok pinjaman.”

Orang-orang di masa Jahiliyah banyak melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain, bahkan masyarakat secara kese­luruhan. Di antaranya mereka melaku­kan praktek riba, yang sangat merugikan dan menimbulkan banyak persoalan di tengah masyarakat. Karena itu, Islam me­larangnya dengan tegas, sebagai­mana yang tersebut dalam ayat berikut. Sedangkan dalam ayat selanjutnya di­sebutkan perintah untuk bersegera me­lakukan ketaatan kepada Alah SWT. Ma­rilah kita perhatikan ayat-ayat di bawah ini dan penafsirannya sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya.

Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertaqwalah kalian kepada Allah, supaya kalian mendapat keberuntungan. Dan peliharalah diri kalian dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kalian diberi rahmat. Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga, yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.
Allah Ta‘ala melarang hamba-ham­ba-Nya yang beriman melakukan prak­tek riba dan memakannya dengan ber­lipat ganda, sebagaimana yang mereka lakukan pada masa Jahiliyah. Mereka berkata jika utang sudah jatuh tempo, “Dibayar, atau dibungakan. Jika dibayar, selesai urusannya. Jika tidak dibayar, di­kenai bunga, yang kemudian ditambah­kan kepada pokok pinjaman.”

Demikianlah yang mereka lakukan sepanjang tahun. Maka pinjaman yang sedikit dapat bertambah besar berlipat-lipat.

Allah menyuruh hamba-Nya bertaq­wa kepada-Nya supaya mereka beroleh keberuntungan, baik di dunia maupun di akhirat. Kemudian Allah mengancam me­reka dengan neraka dan mengingat­kan mereka untuk berhati-hati terhadap­nya. Allah Ta‘ala berfirman yang artinya, “Jagalah diri kalian dari api neraka, yang disediakan bagi orang-orang kafir. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, agar kalian diberi rahmat.” Kemudian Allah menganjurkan kepada mereka su­paya bergegas dalam melakukan ke­baik­an dan bersegera dalam meraih ke­dekatan dengan Allah. Allah Ta‘ala ber­firman yang artinya, “Dan bergegaslah kalian menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa.”

Maksudnya, sebagaimana neraka disediakan bagi orang-orang kafir, surga disediakan bagi orang-orang yang ber­taqwa. Ada pendapat yang mengatakan, maksud firman Allah Ta‘ala yang artinya “seluas langit dan bumi” untuk meng­ingat­kan betapa luasnya surga itu, seba­gaimana Allah berfirman ketika mene­rang­kan sifat surga, “Bagian dalamnya dari sutra.” Lalu, bagaimana dugaan Anda dengan bagian luarnya? Ada pula pendapat yang mengatakan, lebarnya surga itu seperti panjangnya, karena ia berbentuk kubah dan berada di bawah ‘arsy. Maka lebar sesuatu yang berben­tuk kubah dan bulat adalah sama de­ngan panjangnya. Hal itu ditunjukkan pula oleh keterangan yang terdapat da­lam hadits shahih, “Apabila kamu me­mohon surga kepada Allah, mohonlah Firdaus, karena ia surga yang paling ting­gi dan paling luas. Dari Firdaus-lah memancar aneka sungai surga. Atap Firdaus adalah ‘arasy Ar-Rahman.”

Ahmad meriwayatkan dalam Mus­nad-nya, “Heraclius menulis surat ke­pada Nabi SAW yang isinya, ‘Sesung­guh­nya engkau mengajakku kepada sur­ga yang luasnya seluas langit dan bumi. Lalu, di manakah neraka?’

Maka Nabi SAW bersabda, ‘Maha­suci Allah. Di mana malam apabila siang datang?’.”

Al-Bazzar meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW kemudian ber­tanya, ‘Bagaimana pendapatmu menge­nai firman Allah (yang artinya) ‘Surga yang luasnya seluas langit dan bumi’, lalu di manakah neraka?’

Nabi SAW bersabda, ‘Bagaimana menurutmu apabila malam datang dan merambahi segala pekara, maka di manakah siang?’

Orang itu menjawab, ‘Di tempat yang dikehendaki Allah.’

Nabi bersabda, ‘Demikian pula de­ngan neraka. Ia berada pada tempat yang dikehendaki Allah Ta`ala’.” Yakni, demikianlah bila kita tidak menyaksikan malam tatkala siang datang, maka hal itu tidak berarti malam tidak ada pada suatu tempat, meskipun kita tidak tahu di mana malam itu berada. Demikian pula dengan neraka. Ia berada pada tempat yang dikehendaki oleh Allah Ta`ala. Ini terlihat jelas dalam hadits Abu Hurairah dari Al-Bazzar.


Sumber : http://www.majalah-alkisah.com/

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati

0 komentar: