Saturday, July 20, 2013
Hukum Mendirikan Masjid di Atas Makam : Apa Kata Al-Qur’an? (Bagian 6/Tamat)
Adapun mengenai berita tentang makhluk terburuk yang disampaikan Rasulullah SAW, sesungguhnya itu adalah kabar yang dapat disaksikan kebenarannya saat ini. Mereka, orang-orang yang menyekutukan Allah, termasuk kaum Yahudi dan Nasrani, yang menjadikan kubur-kubur nabi mereka sebagai sesembahan, telah menunjukkan seperti apa ciri mereka, seperti apa kerusakan akhlaq mereka, apa saja tindak kejahatan membinasakan yang mereka lakukan yang tidak pernah dilakukan oleh seorang kafir pun serta tindakan-tindakan lain yang terlarang menurut seluruh agama.Karena itulah mereka adalah manusia-manusia paling buruk. Bukti menunjukkan kebenaran berita yang Nabi SAW sampaikan. Mereka adalah para pelaku kerusakan, menyebut orang-orang mukmin yang berpegang teguh pada agama sebagai orang-orang kuno dan terbelakang. Kita bisa melihat kekafiran, kekejian, buruknya akhlaq, minimnya rasa malu, sifat kasar, menerjang larangan, memerangi agama, membangkang, memusuhi agama dan orang-orang yang beragama, berusaha memberangus agama, menyebutkan hal-hal dusta dalam agama serta sifat-sifat lain yang terdapat dalam diri mereka yang disaksikan setiap mukmin bahwa mereka adalah manusia-manusia paling buruk.
Kita juga bisa melihat orang-orang kafir telah menyimpang dari agama mereka, akhlaq mereka yang rusak, menciptakan ajaran-ajaran baru, menerjang ajaran-ajaran agama, dan tindakan keji yang tidak pernah dilakukan oleh para pendahulu mereka serta tindakan-tindakan lain yang menurut agama mereka dinilai sebagai tindakan kafir, murtad, membangkang, dan keji. Karena itulah mereka disebut manusia-manusia paling buruk, di samping kekafiran mereka itu sendiri.
Alasan Pelarangan
Nabi SAW melarang umatnya berbuat seperti halnya perbuatan Yahudi dan Nasrani. Dalam hadits-hadits tersebut dikatakan bahwa mereka menjadikan makam nabi-nabi mereka sebagai kiblat. Mereka meninggalkan kiblat yang sebenarnya. Lebih jauh dari itu, sebagai pengganti penyembahan terhadap Allah, mereka menyembah nabi-nabi mereka, atau paling tidak mereka menjadikan nabi-nabi mereka sebagai sekutu Tuhan dalam sembahan.
Maksud larangan pada hadits-hadits di atas adalah menjadikan makam mereka sebagai kiblat atau menjadi sekutu Allah dalam sembahan. Maka, tidak menjadi alasan sama sekali berdalil dengan hadits-hadits tersebut untuk mengharamkan kubah dan masjid yang dibangun di atas atau di sisi kubur. Para peziarah Tanah Suci pun tak pernah menjadikan makam para sahabat dan tabi’in di Ma’la dan Baqi’ sebagai tempat sesembahan. Mereka menyembah Tuhan yang Esa dan menghadap Ka’bah ketika shalat.
Adanya sebagian orang tidak berilmu yang mendatangi makam orang-orang shalih dan mengagung-agungkan hingga seperti menyembah, kondisi tersebut tidak mewajibkan larangan mendirikan bangunan di atas masjid, karena hal tersebut tidak berasal dari sisi bangunan itu sendiri, tidak juga bersumber dari alasan kenapa membuat bangunan di atas masjid dilarang. Alasannya hanyalah sisi ketidaktahuan dalam mengagungkan orang shalih serta batas kelayakannya menurut syari’at.
Andai bangunan yang menjadi alasannya tentu sudah terlarang sejak awal sejak bangunannya ada, padahal sebagian besar mereka yang berziarah ke makam para wali yang ada kubah dan masjidnya sama sekali tidak melakukan penyembahan seperti itu. Hanya ada sedikit sekali yang melakukan seperti itu, seperti yang dilakukan oleh kalangan awam yang tidak berilmu.
Alasan tersebut juga mengharuskan penyembahan yang dilakukan orang-orang tidak berilmu hanya dilakukan di makam-makam yang ada bangunannya. Padahal, seperti yang kita lihat, orang-orang tidak berilmu juga melakukan hal serupa di makam para wali yang tidak ada bangunannya, baik berupa masjid maupun kubah, bahkan tidak ada bangunannya sama sekali. Mereka terlihat bersumpah untuk penghuni makam serta menuturkan kata-kata yang secara lahir merupakan kekufuran.
Rasulullah SAW sendiri menyebut alasan khawatir disembah secara jelas dalam haditsnya, dengan demikian larangan tersebut tidak berlaku secara umum sepanjang masa, tapi hanya sebagai syari’at sementara pada suatu masa yang dikhawatirkan terjadinya alasan penyembahan tersebut. Masa yang dimaksud adalah ketika orang-orang baru masuk Islam dan baru meninggalkan kesyirikan, bukan di masa ketika orang-orang sudah tidak lagi melakukan kesyirikan serta tidak terlintas adanya suatu kesyirikan pun di benak mereka, karena mereka tumbuh di atas keimanan, keyakinan, tauhid, keyakinan akan keesaan Allah SWT dalam menciptakan dan mengatur segala sesuatu, tidak ada pelaku selain Allah SWT semata.
Larangan ini tidak berseberangan dengan dalil umum yang berlaku sepanjang masa, tapi hanya mengkhususkan suatu masa tertentu saat kekhawatiran penyembahan makam sudah tidak ada. Masa yang dimaksud adalah ketika iman dan tauhid tersebar luas, aqidah tertanam kuat, sama sekali tidak terselip kekeliruan atau keraguan sekecil apa pun akan keesaan Allah SWT.
Dalil seperti ini banyak sekali dalam syari’at. Ini merupakan syari’at sementara yang diberlakukan, karena adanya suatu alasan kemudian tidak lagi berlaku ketika alasannya hilang.
Kadang Rasulullah SAW sendiri yang menghapus suatu syari’at tertentu. Kadang Rasulullah SAW menghapus suatu aturan karena dimungkinkan adanya alasan (‘illat) di setiap waktu, hanya saja mengisyaratkan bahwa hukum tersebut tidak harus berlaku sepanjang waktu dan hanya berlaku ketika alasannya tidak ada, selanjutnya menyampaikan atau melakukan sesuatu yang menyalahi hukum pertama, hingga sepintas lalu dikira kedua hal tersebut berseberangan, padahal hukum pertama berlaku ketika alasannya ada, sementara hukum kedua tidak berlaku ketika alasannya tidak ada.
Karena itulah, ketika ada sahabat yang tidak memahami suatu hal, biasanya berkata kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah, engkau melakukan ini dan itu.” Maksudnya melakukan suatu hal yang menyalahi perkataan atau perbuatan sebelumnya. Kemudian Rasulullah SAW menjawab, “Aku melakukan hal tersebut untuk ini dan itu.”
Seperti itulah larangan yang Rasulullah SAW tujukan untuk orang yang memiliki alasan kenapa harus dilarang, sementara izin diberikan untuk orang yang tidak memiliki alasan untuk dilarang melakukan suatu hal.
Sumber : http://majalah-alkisah.com
Related Posts:
Hukum mendirikan masjid diatas makam mendirikan masjid di atas makam salaf
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: