Friday, July 26, 2013
Kisah para Hafizh : Menuai Berkah dari Al-Qur’an (Bagian 2/Tamat)
Mereka adalah orang-orang yang ditunggu-tunggu doanya, karena doa mereka mengandung keberkahan.Syaikh Ali Shalih Muhammad Al-Jabir
Nama Syaikh Ali Shalih Muhammad Al-Jabir mungkin tak asing lagi di telinga kita. Dai muda yang tengah naik daun ini lahir di Madinah Al-Munawwarah pada 3 Shafar 1396 H/3 Februari 1976 M.
Keluarganya adalah keluarga Al-Qur’an. Ayahnya adalah penerus para imam di Masjid Nabawi, yang dikenal sejak lampau. Orangtua serta adik-adiknya hidup di tengah-tengah lingkungan yang sangat mendukung untuk menghafal Al-Qur’an dan mengkaji ilmu-ilmu keislaman.
Syaikh Ali kecil menempa dirinya dalam hafalan Al-Qur’an di Masjid Nabawi di hadapan para gurunya secara talaqqi(mengaji langsung). Ia pun merasakan adanya bimbingan Rasulullah SAW ber-mulazamah (membaca rutin) Al-Qur’an di masjid yang dibangun Nabi itu. Untuk segi hafalan, Syaikh Ali telah menguasainya sebanyak 30 juz sejak usia belasan tahun.
Guru-guru yang menempa dirinya antara lain Syaikh Abdul Bari As-Subaity (imam Masjid Nabawi, sebelumnya imam Masjidil Haram), Syaikh Khalilurrahman (ulama Al-Qur’an Madinah dan ahli qiraat), Prof. Dr. Syaikh Abdul Azis Al-Qari’ (ketua Majelis Ulama Percetakan Al-Qur’an Madinah dan imam Masjid Quba), Syaikh Sa’id Adam (ketua Pengurus Makam Rasulullah SAW dan pemegang kunci Makam Rasulullah SAW), Syaikh Muhammad Ramadhan (ketua Majelis Tahfizhul Qur’an di Masjid Nabawi), Syaikh Muhammad Husain Al-Qari’ (ketua Ulama Ahli Qira’at di Pakistan).
Sungguh beruntung Syaikh Ali, yang lahir dan besar di lingkungan yang sangat dinamis bagi pembelajaran Al-Qur’an. Ia pun menuai sukses dengan kegigihannya belajar Al-Qur’an. Ia disibukkan dengan kegiatan dakwah membumikan hifzhul Qur’an ke berbagai belahan dunia Islam, termasuk Indonesia. Apalagi Indonesia seperti negeri kedua baginya, selain diperantarakan asbab beristrikan wanita Indonesia dan fasih berbahasa Indonesia. Ia juga kagum dengan para ulama dan santri Indonesia yang terkenal gigih dalam belajar saat bermukim di kedua kota suci: Makkah dan Madinah.
Di kota kelahirannya ia menjadi salah satu imam besar di beberapa masjid sekitar Madinah dan guru tahfizh Al-Qur’an.
Kesibukannya di luar kota kelahirannya juga sungguh padat. Dai yang biasa disapa “Ustadz AJ” ini juga tercatat sebagai guru tahfidz Al-Qur’an, imam besar dan khathib di Islamic Centre dan Masjid Agung Al-Muttaqin Cakranegara, Lombok, NTB, imam shalat Tarawih, qiyamul lail, dan pembimbing tadarus Al-Qur’an di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta, pengajar di Pesantren Tahfidz Al-Qur’an Al-Asykar, Puncak, Jawa Barat, guru tetap di beberapa majelis ta’lim di Jakarta dan sekitarnya, dan pengisi acara keagamaan secara rutin di salah satu stasiun televisi di Indonesia.
Seperti pernah diutarakannya dalam berbagai kesempatan halaqah pengajian Al-Qur’an, ia mengatakan bahwa ahlul Qur’an adalah orang-orang yang beruntung di dunia dan akhirat. Allah SWT dan Rasulullah SAW yang menjanjikan martabat kemuliaan ini kepada mereka yang bergelut dengan Al-Qur’an. Dan Syaikh Ali, sebagai bentuk tahadduts bin ni’mah (mensyukuri)-nya, merasakan betul hal itu. Ia sangat mensyukuri segala nikmat kehidupan yang dijalaninya ini.
Tak Memilih Usia
Al-Qur’an memang menunjukkan kepada siapa saja yang condong kepadanya, namun Al-Qur’an juga sesungguhnya mudah untuk dihafal bagi mereka yang berkeinginan untuk menghafalnya.
Membaca kumpulan kisah di atas, dorongan, bimbingan, motivasi, serta tuntunan dari orangtua sangat vital bagi anak-anak yang ingin menghafal Al-Qur’an. Meskipun Al-Qur’an tidak memilih usia bagi para penghafalnya, banyak kisah tentang para penghafal Al-Qur’an di kalangan ulama, mereka telah merintisnya sedari usia dini. Mereka memang telah dipersiapkan untuk menjadi ulama sejak belia dengan embusan ruhiyah dan doa-doa kedua orangtua dan guru-gurunya disertai bimbingan yang kuat, sehingga menuai hasil. Persis seperti ungkapan Al-Imam Fakhrul Wujud Syaikh Abubakar Bin Salim, “Man lam yajhad fil bidayah lam yanjah fin nihayah (Siapa tak bersungguh-sungguh sejak awal, tak akan berhasil di penghujungnya).”
Menghafal Al-Qur’an di usia belia seperti mengukir di atas batu pualam, laksana menorehkan tinta emas di kertas putih yang bersih. Namun demikian, tidak ada kata terlambat untuk menghafal Qur’an.
Banyak kisah yang menunjukkan bahwa orang-orang yang tua usianya juga mampu menjadi hafizh Al-Qur’an. Seperti kisah nyata seorang ibu berusia 78 tahun di Saudi yang berhasil menamatkan hafalannya. Sehari menjelang wisuda atas keberhasilannya itu, ia jatuh sakit dan wafat dengan senyum tersungging. Keluarganya sempat merekam kejadian itu dan menceritakan pesan terakhir sang ibu itu bahwa keberhasilannya itu dipersembahkan bagi Rasulullah SAW dan kedua orangtuanya yang membesarkannya. Subhanallah.
Pada intinya, untuk menghafalkan Al-Qur’an, seseorang haruslah diberi motivasi bahwa Al-Qur’an itu mudah untuk dihafal. Motivasi semacam ini akan membuat siapa pun semakin terdorong untuk menghafalkan Al-Qur’an. Allah SWT berfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al-Qamar: 17).
Jadi, Andakah orangnya yang ingin menjadi keluarga Allah SWT?
Sumber : http://majalah-alkisah.com/
Related Posts:
Kisah para hafizh penghafal Alqur'an
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: