Wednesday, February 5, 2014
Meraih Keutamaan Majelis Dzikir
Judul kitab : Syarh Ratib al-HaddadPenulis : Al-Habib Al-Allamah Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Abdullahbin Alwi Al-Haddad Ba‘alawi
Penerbit : Penerbit Maqam al-Imam Al-Haddad, cet. pertama, 1425 H/2005 M, Tarim, Hadhramaut
“…Dari itu pahamilah bahwa semua keutamaan yang tidak dapat diperoleh selain dengan berjama’ah, bukan dengan sendiri-sendiri, itulah yang menjadi sebab para ulama menyusun berbagai ratib dan mendirikan majelis-majelis dzikir, di samping semua keutamaan yang secara khusus disebutkan oleh Nabi SAW pada setiap dzikir yang dibaca.”
Imam Jalaluddin As-Suyuthi RA, dalam risalahnya, I‘mal al-Fikr fi Fadhl adz-Dzikr, berkata, “Pembahasan tentang dzikir, tasbih, dan doa, apakah menyamai sedekah dan apakah menduduki kedudukan sedekah dalam hal menolak bala?
Jawabannya, hadits-hadits dan atsar shahih dalam masalah ini sangat jelas menyatakan bahwa dzikir, tasbih, dan doa lebih utama dibandingkan dengan sedekah. Adapun kedudukannya sebagai sebab dalam mencegah dan menolak bala sudah merupakan perkara yang tiada lagi keraguan padanya. Telah warid hadits-hadits yang tak terhingga pada berbagai dzikir tertentu bahwa barang siapa yang mengucapkannya niscaya akan dipelihara dari bala, setan, keburukan, kesusahan, sengatan kala jengking, serta dipelihara dari sesuatu yang tidak disukai yang akan menimpanya.” Imam Muhyiddin An-Nawawi RA, dalam kitabnya al-Adzkar, setelah menjelaskan panjang lebar tentang uraian tersebut, berkata, “Adapun kelebihan keutamaan doa di atas shadaqah teramat banyak hadits marfu` yang menjelaskan ihwal hal tersebut. Di antara hadits marfu` itu adalah riwayat Imam Hakim RA dan Imam At-Tirmidzi RA dari Abu Darda RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidakkah kalian aku beritahukan perihal sebaik-baik amalan kalian, paling sucinya di sisi Tuhan kalian, paling tinggi dalam derajat kalian, lebih baik bagi kalian dari menyedekahkan emas dan perak dan dari bahwa kalian berhadapan dengan musuh-musuh kalian, lalu kalian menghunuskan pedang kalian ke arah leher-leher mereka dan mereka pun menghunuskan pedang-pedang mereka ke arah leher-leher kalian?’
Para sahabat berkata, ‘Apakah itu, wahai Rasulullah?’
Beliau SAW bersabda, ‘Berdzikir kepada Allah SWT’.”
Demikianlah betapa keutamaan dzikir kepada Allah SWT merupakan sesuatu yang sepatutnya menjadi kebanggaan dan tumpuan harapan tertinggi bagi setiap peniti jalan menuju Allah SWT.
Selanjutnya, mari kita perhatikan penjelasan berikut. Syaikh Ahmad bin Abdul Karim Asy-Syajjar Al-Ahsai berkata, ratib Sayyidina Abdullah bin Alwi Al-Haddad RA yang disebut Ratib al-‘Isya’ ini dibaca sesudah shalat Isya, kecuali pada bulan Ramadhan, di baca sebelumnya, dan dibaca dengan berjama’ah. Bila tidak sempat untuk membacanya bersama jama’ah, beliau membacanya munfaridan (seorang diri).
Tujuan ratib ini dibaca dengan berjama’ah adalah karena banyaknya riwayat yang menerangkan betapa besarnya keutamaan dzikir dengan berjama’ah.
Di antaranya riwayat dari Abu Hurairah RA dan Abu Sa‘id Al-Khudri RA, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim RA dan Imam At-Tirmidzi RA, dari Rasulullah SWT, beliau bersabda, “Tidaklah satu kaum duduk berdzikir kepada Allah SWT kecuali malaikat berkeliling mengitari mereka, rahmat menaungi mereka, ketenteraman turun di tengah-tengah mereka, dan Allah akan menyebutkan mereka di antara para malaikat yang ada di sisi-Nya.
Dari itu pahamilah bahwa semua keutamaan yang tidak dapat diperoleh selain dengan berjamaah, bukan dengan sendiri-sendiri, itulah yang menjadi sebab para ulama menyusun berbagai ratib dan mendirikan majelis-majelis dzikir, di samping semua keutamaan yang secara khusus disebutkan oleh Nabi SAW pada setiap dzikir yang dibaca.”
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mempunyai para malaikat yang selalu berkeliling di jalan-jalan guna mencari-cari majelis dzikir. Jika mereka mendapati suatu kaum yang berdzikir mengingat Allah, mereka akan saling memanggil, ‘Kemarilah menuju apa yang kalian cari.’
Lalu mereka pun datang seraya menaungi kaum tersebut dengan sayap-sayap mereka hingga ke langit dunia.
Setelah kaum yang berdzikir itu pergi dan berpisah, para malaikat pun kembali naik ke atas langit. Maka kemudian Rabb mereka bertanya kepada mereka, padahal Dia lebih mengetahui dari mereka, ‘Dari mana kalian datang?’
Para malaikat menjawab, ‘Kami datang dari tengah-tengah hamba-hamba-Mu di bumi.’
Rabb mereka bertanya kembali kepada mereka, padahal Dia lebih mengetahui dari mereka, ‘Apa yang diucapkan oleh hamba-hamba-Ku?’
Para malaikat menjawab, ‘Mereka bertasbih mensucikan Engkau, bertakbir membesarkan Engkau, bertahmid memuji Engkau, dan bertamjid mengagungkan Engkau.’
Allah SWT berfirman, ‘Apakah mereka melihat-Ku?’
Para malaikat menjawab, ‘Tidak. Demi Allah, mereka tidak melihat-Mu.’
Allah berfirman, ‘Bagaimana sekiranya mereka melihat-Ku?’
Para malaikat menjawab, ‘Sekiranya mereka melihat-Mu, niscaya mereka akan lebih giat dan teramat sungguh-sungguh lagi beribadah kepada-Mu, akan lebih besar lagi tamjid pengagungan dan tahmid pujian mereka kepada-Mu, dan akan lebih sering lagi bertasbih mensucikan Engkau.’
Allah berfirman, ‘Lalu apa yang mereka minta?’
Para malaikat menjawab, ‘Mereka meminta surga kepada-Mu.’
Allah berfirman, ‘Apakah mereka telah melihatnya?’
Para malaikat menjawab, ‘Belum. Demi Allah, mereka belum pernah melihatnya.’
Allah berfirman, ‘Bagaimana sekiranya mereka telah melihatnya?’
Para malaikat menjawab, ‘Jika mereka telah melihatnya, niscaya mereka akan lebih berkeinginan lagi, lebih sungguh-sungguh merindukannya, dan harapan mereka akan lebih besar lagi.’
Allah berfirman, ‘Lalu dari apakah mereka meminta berlindung?’
Para malaikat menjawab, ‘Dari api neraka.’
Allah berfirman, ‘Apakah mereka telah melihatnya?’
Para malaikat menjawab, ‘Belum. Demi Allah, wahai Rabb, mereka belum pernah melihatnya sama sekali.’
Allah berfirman, ‘Bagaimana jika seandainya mereka melihatnya?’
Para malaikat menjawab, ‘Tentu mereka akan semakin lari menjauh dan semakin dahsyat lagi rasa takut mereka darinya.’
Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku telah mempersaksikan kepada kalian bahwa Aku telah mengampuni mereka.’
Salah satu dari malaikat berkata, ‘Sesungguhnya di antara mereka ada si Fulan, yang bukan bagian dari mereka (yang mengingat Allah), dia hanya datang untuk suatu keperluan.’
Allah berfirman, ‘Mereka adalah suatu kaum yang teman duduk mereka tidak akan mendapatkan kecelakaan’.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Berkaitan dengan hadits ini, Sayyid Alwi bin Ahmad Al-Haddad RA, penulis kitab, berkata, “Setiap majelis yang berkumpul kaum mu’min di dalamnya untuk ibadah kepada Allah SWT, seperti majelis dzikir, majelis shalat Jum`at atau shalat berjamaah, atau jihad fi sabilillah, wukuf di Padang Arafah, majelis ilmu, dan sebagainya, Allah akan membangga-banggakan mereka terhadap para malaikat-Nya, dan pada saat itu Allah mengingatkan mereka ihwal apa yang diucapkan hamba-hamba-Nya di majelis itu, apa yang difirmankan-Nya kepada para malaikat-Nya, serta apa yang difirmankan-Nya bagi hamba-hamba-Nya di majelis dzikir itu. Dan sesungguhnya keutamaan-keutamaan khusus yang ada pada majelis-majelis dzikir berjama’ah tidaklah dapat dicapai dengan kesendirian. Karena itulah para ulama tidaklah menyusun berbagai ratib dan majelis-majelis dzikir kecuali untuk semua keutamaan khusus itu.
Sesungguhnya semua apa yang disebutkan oleh riwayat-riwayat yang menjelaskan ihwal keutamaan-keutamaan pada setiap dzikir akan dapat diperoleh dengan berjama’ah, namun apa yang dikhususkan pada majelis-majelis perkumpulan dzikir tidaklah akan didapatkan dengan kesendirian. Maka pahamilah.
Jangan pernah engkau beranggapan bahwa sama halnya antara berjama’ah dan infirad (sendirian). Sungguh sekali-kali tidak akan pernah sama. Karena bila demikian halnya, pastilah shalat berjama’ah pun akan sama halnya dan kedudukannya dengan shalat sendiri-sendiri. Bukankah Nabi SAW bersabda, ‘Keutamaan shalat berjama’ah atas shalat sendirian adalah dua puluh tujuh derajat.’ Maknanya, shalat sendirian memiliki kedudukan satu dari dua puluh tujuh derajat shalat bila dilakukan dengan berjama’ah. Bila engkau ketahui hal itu, manakah dari keduanya yang lebih engkau sukai?!”
Demikianlah telaah kitab singkat kita untuk edisi kali ini, agar kita senantiasa dekat dengan petunjuk para ulama shalihin. Semoga ini semua menjadi ilmu yang bermanfaat dan kita mendapatkan keberkahan dari kitab ini, pengarangnya, dan terutama penyusun Ratib Al-Haddad, Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad RA. Amin….
Related Posts:
amalan dzikir hadist
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: